HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL (HKSN): SEJARAH, PENGERTIAN, TUJUAN, LANDASAN HUKUM, TEMA, DAN TUJUAN PERINGATAN HKSN

cgtrend.blogspot.com - Dalam usaha untuk melakukan pengembangan nilai-nilai Kesetiakawanan Sosial digunakan strategi pendekatan melalui peringatan hari besar, adalah “Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional”, adapun implementasi aksi disusun dalam bentuk rangkaian kegiatan HKSN yang di laksanakan di tingkat pusat dan di tingkat daerah.

Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL (HKSN) TERBARU

Rangkaian kegiatan HKSN tahun 2019, bertolak dari Piagam Makassar yang mengamanatkan tindak lanjut empat produk antara lain :
  • Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional,
  • Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial,
  • Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial,
  • Pos Komunikasi Sosial.



Dan bingkai rangkaian topic kegiatan HKSN tahun 2019, mengangkat tema "Kesetiakawanan Sosial Menembus Batas".


Kesetiakawanan Sosial adalah bagian dari nilai, sikap dan perilaku pro- sosial yang berakar dalam konteks tata budaya nusantara dan masyarakat majemuk Indonesia berdasarkan Pancasila. Dilandasi pengertian, kesadaran dan tanggung jawab sosial seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara dalam kerangka mengekspresikan kebudayaan Pancasila. Dalam konteks itu, nilai kesetiakawanan sosial sebagai dimensi modal sosial memiliki posisi strategis untuk menumbuh kembangkan semangat kebersamaan, saling percaya dan menerima, integrasi dan keterikatan sosial, yang dinyatakan melalui kerelaan proaktif, serta kepedulian untuk berkorban bersama masyarakat yang membutuhkan dalam kerangka mewujudkan Indonesia Sejahtera berbudaya Pancasila.


Indonesia sejahtera adalah cita-cita yang perlu segera diwujudkan dalam mengejawantahkan pembukaan UUD RI 1945 aline ke-IV yang menegaskan bahwa “Negara melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum serta ikut serta menciptakan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kondisi tersebut akan menjamin (1) setiap warga Negara Indonesia terlindungi dari berbagai goncangan dan resiko (2) setiap warga Negara berhak untuk memenuhi kebutuhan dan hak dasarnya (3) setiap warga Negara Indonesia terbebas dari berbagai masalah kesejahteraan sosial (4) terbebasnya Indonesia dari kemiskinan, kebencanaan, keterasingan/ keterbelakangan, kecacatan dan ketunaan dan (5) kian kuatnya peran masyarakat dan Pemerintah sebagai mitra kesejajaran dalam penyelenggaraan pembangunan nasional pada umumnya dan kesejahteraan sosial pada khususnya. Bahwa untuk mempercepat tingkat pencapaian atas cita-cita yang perlu diwujudkan, maka kesetiakawanan sosial sangat efektif sebagai nilai dasar. Undang-undang nomor 11 tahun 2011 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 2 huruf (a) yang menegaskan bahwa kesetiakawanan menjadi asas dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.


Kesetiakawanan Sosial Nasional hakekatnya merefleksikan budaya dan kearifan nasional (nilai-nilai Pancasila) serta budaya dan kearifan (masyarakat majemuk Indonesia) yang berujung pada solidaritas kebangsaan dan integrasi nasional karena kesamaan nasib, kesamaan kebangsaan, kesamaan nusantara, kesamaan kultural, dan bahasa sebagai modal sosial kebangsaan yang menempatkan konsepsi ”kekamian” dan ”kekitaan” secara strategis menjadi iklim kondusif bagi proteksi dan pegembangan konsepsi “keakuan”. Pendekatan ini sangat berakar kuat pada kultur dan kearifan komunal masyarakat Indonesia, dimana setiap anggota atau individu mendapatkan tempatnya dan mengembangkan potensi dirinya. Gestur “tat twam asi” dalam arti aku adalah engkau dan engkau adalah aku, selalu menjadi tradisi dan piranti sosial dalam setiap penyelesaian berbagai masalah di lingkungan masyarakat.


Kultur yang mengakar kuat ini menjadi jati diri bangsa dan semangat yang mendasari setiap perilaku dalam kehidupan sehari-hari, hanya saja dewasa ini semangat kesetiakawanan sosial yang menjadi jati diri bangsa mulai dilupakan dan kurang dirasakan keberadaanya di tengah-tengah masyarakat. Di bidang ekonomi, nilai kesetiakawanan sosial belum sepenuhnya menjadi kesadaran nasional, baik di level struktural, institusional, maupun personal.


Kesenjangan terjadi antar wilayah, antara pusat dan daerah, antar pulau, antar etnik, dan antar golongan. Selain itu, revolusi globalisme di berbagai negara ditengarai tengah menetrasi berbagai modal sosial lokal, ditandai dengan sejumlah gejala antara lain menguatnya semangat individualis yang berujung pada proses penggerusan semangat kebersamaan, mencuatnya identitas komunal dan kedaerahan, melemahnya semangat kebangsaan dan nasionalisme serta makin memudarnya modal sosial masyarakat yang dilandasi oleh saling percaya, komitmen bersama, kesepakatan bersama dan aturan main dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Bahkan dalam beberapa hal, terjadi kanibal sosial (social cannibalism), yaitu sifat saling menghancurkan, saling membunuh karakter dan berujung pada saling mematikan. Kesetiawakanan sosial nyaris terjadi pergulatan pemaknaan di tengah kehidupan masyarakat saat ini. Memudarnya perasaan empati dan peduli dan saling berbagi menjadi kepentingan individualis dan kolektif dari pada kepentingan sosial telah mendongkrak sistem perilaku sosial pro sosial dan altruistik bergeser kearah sistem perilaku prokolektif dan individualis di lingkungan masyarakat. Kohesi sosial makin bergeser menjadi kohesi kolektif berdasarkan kepentingan dan kesadaran kolektif. Makin jauhnya nilai keadilan, konflik suku, antar ras dan agama (SARA), kesenjangan ekonomi serta berbagai masalah sosial lainnya menunjukkan bahwa refleksi kesetiakawanan sosial kian menjadi isu nasional.


Konflik sosial juga terjadi hampir disemua wilayah. Dalam catatan Kementerian Dalam Negeri, jumlah konflik sosial pada tahun 2012 meningkat menjadi 89 kasus dari semula 77 kasus di tahun 2011. Menurut mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah (2006), ada tiga hal yang menggerus nilai kesetiakawanan sosial. Pertama, menguatnya semangat individualis karena globalisasi. Gelombang globalisasi dengan paradigma kebebasan langsung atau tidak berdampak pada lunturnya nilai- nilai kultural masyarakat. Kedua, menguatnya identitas komunal dan kedaerahan. Ketiga, lemahnya otoritas kepemimpinan. Hal ini terkait keteladanan para kepemimpinan yang kian memudar. Terkikisnya nilai kesetiakawanan menimbulkan ketidakpercayaan sosial, baik antara masyarakat dan pemerintah maupun antara masyarakat dan masyarakat, karena terpecah dalam aneka golongan.


Kesenjangan-kesenjangan tersebut telah mengikis rasa kesetiakawan yang ada dan mengurangi semangat nasionalisme pada diri masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut maka rasa nasionalisme harus dikembalikan pada diri masyarakat dengan mengingatkan kembali nilai-nilai kesetiakawanan sosial yang menjadi jati diri bangsa. Kesetiakawanan sosial hakekatnya merupakan kehendak untuk bersatu dalam solidaritas sosial, kesamaan nasib, dan keinginan menjadi pribadi anggota komunitas yang saling membangun persaudaraan sejati. Oleh karena itu, sebagai salah satu cara mengingatkan kembali bahwa kesetiakawanan sosial itu ada maka diselenggarakanlah peringatan hari kesetiakawanan sosial nasional yang selalu diperingati bersama setiap tanggal 20 Desember.


Berikut penjelasan Trending Topic tulisan tentang sejarah, pengertian, tujuan, landasan hukum, tema, tujuan dan latar belakang peringatan hari kesetiakawanan sosial Nasional (HKSN) yang cgtrend.blogspot.com di kutip dari pedoman pelaksanaan kementerian sosial (Kemsos) Republik Indonesia.



LATAR BELAKANG HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL

Kesetiakawanan Sosial adalah bagian dari nilai, sikap dan perilaku pro-sosial yang berakar dalam konteks tata budaya nusantara dan masyarakat majemuk Indonesia berdasarkan Pancasila. Nilai dasar ini mengandung spektrum kesantunan serta kepedulian sosial yang mendasar dan kontekstual. Dilandasi pengertian, kesadaran dan tanggung jawab sosial seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara dalam kerangka mengekspresikan kebudayaan Pancasila, Dalam konteks itu, nilai kesetiakawanan sosial sebagai dimensi modal sosial memiliki posisi strategis untuk menumbuh kembangkan semangat kebersamaan, saling percaya dan menerima, integrasi dan keikatan sosial, yang dinyatakan melalui kerelaan proaktif, serta ke pedulian untuk berkorban bersama bersama warga masyarakat yang membutuhkan dalam kerangka mewujudkan Indonesia Sejahtera berbudaya Pancasila. Artinya, kesetiakawanan sosial hakekatnya suatu kemauan untuk bersatu dalam solidaritas sosial, kesamaan nasib, dan keinginan menjadi makluk sosial yang saling peduli dan berbagi dalam membangun persaudaraan sejati, persaudaraan masyarakat majemuk Indonesia berbudaya Pancasila. Kepentingan pribadi diletakkan dalam kerangka kesadaran atas kewajiban sebagai makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


Seiring dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di era reformasi dan globalisasi ini maka peradaban kesetiakawanan sosialpun tengah mengalami pergeseran mendasar dan paradigmatik. Nilai-nilai kesetiakawanan sosial sebagai modal sosial strategis budaya Pancasila, kini mengalami proses destruksi sistematis dan kian kritis selang beberapa dekade terakhir, di era reformasi, otonomi daerah dan globalisasi dewasa ini. Kondisi faktual tersebut nampak antara lain berbentuk: a) kesetiakawanan sosial, yang sering menampakan wajah secara terbatas di ruang politik, namun dengan semangat membela kepentingan masing-masing golongan. b) menguatnya kesetiakawanan sosial berwajah kedaerahan yang mewujud dalam komunalisme dan tribalisme. c) di bidang ekonomi, nilai kesetiakawanan sosial belum sepenuhnya menjadi kesadaran nasional, baik di level struktural, institusional, maupun personal. Menguatnya kesenjangan ekonomi dan sosial merupakan indikator melemahnya kesetiakawanan sosial, yang kemudian menjadi alir deras munculnya berbagai masalah kesejahteraan sosial. d) selain itu revolusi globalisme ditengarai tengah menetrasi berbagai modal sosial lokal, ditandai dengan sejumlah gejala antara lain menguatnya semangat individualis, kian memudarnya semangat kebersamaan, mencuatnya identitas komunal dan kedaerahan, melemahnya semangat kebangsaan dan nasionalisme serta makin memudarnya modal sosial masyarakat yang dilandasi oleh saling percaya, komitmen bersama, kesepakatan bersama dan aturan main dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Bahkan dalam beberapa hal, terjadi kanibal sosial (social cannibalism), yaitu sifat saling menghancurkan, saling membunuh karakter dan berujung pada saling mematikan.


Destruksi kesetiawakanan sosial, nyaris melahirkan pergulatan pemaknaan di tengah kehiduan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara saat ini. Memudarnya perasaan empati, kepedulian sosial dan saling berbagi sebagai ekspresi kesetiakawanan sosial menjadi kepentingan individualis dan kelompok secara eksklusif dengan memarginalkan kepentingan sosial, telah mendongkrak sistem perilaku sosial pro- sosial dan altruistik bergeser kearah sistem perilaku prokelompok eksklusif dan individualis di lingkungan masyarakat. Kohesi sosial makin bergeser menjadi kohesi kelompok berdasarkan kepentingan dan kesadaran kelompok. Makin jauhnya nilai keadilan sosial, maraknya konflik berbasis suku, ras dan agama (SARA), kesenjangan ekonomi serta berbagai masalah sosial lainnya menunjukkan bahwa refleksi terhadap landasan kesetiakawanan sosial berbudaya Pancasila, kian menjadi isu nasional yang sangat serius, mendasar, kontekstual dan strategis.


Pada sisi lain, kesenjangan sosial yang makin terstruktur dan membudaya, nampak secara jelas, jika dilihat dari angka jumlah penduduk miskin yang terus meningkat. Hal mana, baik sebagai konsekuensi belum nampaknya penurunan signifikan angka penduduk miskin selama ini, maupun meningkatnya angka penduduk miskin sebagai dampak berbagai eskalasi dan frekuensi bencana alam dan sosial di berbagai daerah dewasa ini. Kesenjangan distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, antar daerah perkotaan dan daerah pedesaan serta tertinggal, karena ketimpangan penguasaan asset serta akses pengelolaan sumber alam dan ekonomi dalam berbagai bentuk, makin menjadikan jurang kesenjangan sosial ekonomi, kian kentara terang benderang, baik secara vertikal, maupun horisontal.


Oleh sebab itu cgtrend.blogspot.com, sangatlah beralasan dan dapatlah dimengerti secara strategis- konstitusional, betapa pentingnya kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang telah meletakkan kedudukan dan fungsi konsepsi dan nilai Kesetiakawanan Sosial sebagai kerangka dasar dan mandat konstitusional dalam pengelolaan kesejahteraan sosial di Indonesia. Nilai strategis-konstitusional Kesetiakawanan Sosial dalam konstruk budaya Pancasila itu, akan terus digali, dikembangkan dan didayagunakan berbasis pada kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat majemuk Indonesia dalam mewujudkan cita-cita luhur Indonesia merdeka yang adil dan sejahtera. Sebagai mandat strategis-konstitusional kesejahteraan sosial, kesetiakawanan sosial perlu terus direvitalisasi dan direlevansikan sesuai dengan kondisi aktual masyarakat, bangsa dan bangsa serta diimplementasikan dalam wujud nyata melalui dinamika kehidupan masyarakat, bangsa dan negara di tengah panggilan era reformasi, otonomi daerah dan globalisasi dengan segala konsekuensinya.


Belajar dari sejumlah fakta kondisi keprihatinan sosial sebagaimana diuraikan di atas, maka mewujudkan kesetiakawanan sosial sebagai modal sosial masyarakat, bangsa dan negara melalui suatu gerakan nasional, menjadi keharusan, baik sebagai mandat strategis-konstitusional maupun mandat budaya dan kearifan lokal seluruh masyarakat, bangsa, negara majemuk nusantara, tanpa kecuali. Dalam konsteks dwi-mandat konstitusional dan kultural strategis itulah, sudah sepantasnya, seluruh masyarakat, bangsa dan negara Indonesia memiliki “grand national solidarity”, berupa agenda nasional untuk mewujudkan solidaritas kesetiakawanan sosial nasional menuju Indonesia Sejahtera, sebagai kerangka acuan dalam rangka penyusunan “grand national reality”. Grand national solidarity adalah suatu upaya sengaja, terpola, sistematis, dan berkelanjutan dalam rangka pembudayaan semangat solidaritas dan kesetiakawanan sosial nasional membangun bangsa, yang didasarkan atas spirit, visi, tekad, dan komitmen yang diajarkan dan diwariskan founding father’s negara Indonesia merdeka. Sedangkan grand national reality, berkaitan dengan upaya bersama mengimplementasi Grand National Solidarity ke konteks masa kini dinamika reformasi. otonomi daerah dan globalisasi dengan segala dampak destruktifnya terhadap kesetiakawanan dan kesejahteraan social nasional, sehingga pilihan strategi implementasi seharusnya sensitif dan responsif terhadap dinamika kebutuhan kontekstual dan kontemporer masa kini.


Pengkondisian manajemen perubahan akan ditempuhmelalui tahapan-tahapan strategis : a). proteksi dan konsolidasi sosial, b). pemberdayaan sosial sistemik, dan c). budaya pembangunan kesetiakawanan dan kesejahteraan social berkelanjutan, sebagai iklim kondusif transformasi secara struktural, fungsional dan kultural yang dilakukan secara terencana, terpola, sistematis, terarah, dan berkelanjutan melalui Gerakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional.Suatu gerakan transformasi nasional kesetiakawanan dan kesejahteraan sosial mencakup wilayah pusat, provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan dan desa/ kelurahan secara holistik dan integratif, dengan mengoptimalkan peran seluruh pilar modal sosial masyarakat, bangsa dan negara: jajaran Pemerintah/ Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Dunia Usaha,TNI dan Polri, berbagai elemen masyarakat, dan sebagainya.


Bahwa untuk mewujudkan makna kesetiakawanan sosial sebagai modal sosial nasional strategis dalam rangka mewujudkan, menegakkan dan memajukan kesejahteraan sosial, harmonisasi dan keadilan sosial nasional sebagaimana yang diharapkan, maka perlu disusun secara sistematis dalam bentuk Pedoman Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Nasional sebagai acuan kerja nasional. Pedoman ini dimaksimalkan sebagai tuntunan, pegangan, acuan dan arahan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional. Artinya, bermanfaat dalam memudahkan dan memperlancar penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan.



MAKSUD DAN TUUAN HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL

Maksud

Rencana Aksi Nasional Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dimaksudkan sebagai tuntunan, panduan dan acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan seluruh elemen masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan, pembinaan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial.

Tujuan

Tujuan Penyusunan Pedoman pelaksanaan peringatan hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) adalah :
  • Menjadi gerak dasar untuk memudahkan dan memperlancar penyelenggaraan Gerakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara terkoordinasi, sinergis, terencana, terarah dan berkelanjutan.
  • Terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilandasi oleh kesetiakawanan sosial.
  • Terciptanya kondisi sosial yang menjamin kesetiakawanan sosial mampu menjadi pilar dasar dalam mewujudkan Indonesia sejahtera.



PENGERTIAN HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL

  • Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
  • Kesetiakawanan Sosial Nasional adalah nilai, pandangan dan sifat yang mengatur hubungan sosial antara warga satu dengan lainnya dengan menumbuhkan sikap dan tindakan saling peduli dan berbagi yang dilandasi oleh kerelaan, kesetiaan, kebersamaan, toleransi, dan tidak diskriminasi guna mewujudkan harkat, martabat dan harga diri setiap warga negara Indonesia.
  • Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terarah, terencana dan berkelanjutan dari, oleh dan untuk masyarakat guna memperkokoh, memelihara, meningkatkan serta mengembangkan kesetiakawanan sosial.
  • Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional adalah Kepengurusan Nasional yang bertugas untuk mempersiapkan, melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional.
  • Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial yang kemudian disebut sebagai Satgas Kesetiakawanan Sosial adalah warga masyarakat yang karena kepeduliannya diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh Kepala Desa/ Lurah untuk menggerakkan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di desa/ kelurahan atau di wilayah sederajat.
  • Pos Komunikasi Sosial adalah tempat yang digunakan sebagai wadah dan atau sarana pertukaran informasi, komunikasi dan edukasi dalam pembudayaan kesetiakawanan sosial berkedudukan di desa/ kelurahan.
  • Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan sosial.
  • Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.



PENYELENGGARAAN GERAKAN BULAN BHAKTI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL

Hakekat

1. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial pada hakekatnya berperan sebagai gerak dasar untuk menumbuhkan, memperkuat, memelihara, meningkatkan dan mengembangkan kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan saling menghormati, saling menghargai dan saling peduli tanpa membedakan garis keturunan, agama, warna kulit dan golongan.

2. Gerak dasar yang dimaksudkan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat secara terarah, terencana dan berkelanjutan dengan tujuan agar tercipta keiklasan kemauan, kesadaran dan kemampuan untuk peduli, saling berbagi dan toleransi antar warga menuju terwujudnya Indonesia sejahtera

Sasaran

Kelompok sasaran Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial terdiri dari sasaran populasi dan kewilayahan:
  1. Sasaran populasi Bulan Bhakti Kesetiakawanan sosial yang dimaksudkan adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial dan atau pengguna pelayanan, potensi dan sumber kesejahteraan sosial, Pemangku kepentingan dan sasaran lainnya yang ditetapkan oleh Menteri, Gubernur dan atau Bupati/ Walikota Kepala Daerah setempat.
  2. Sasaran kewilayahan yang dimaksudkan adalah seluruh wilayah Republik Indonesia, dengan prioritas utama sejumlah wilayah rawan masalah kesejahteraan sosial, gugus pulau/ pulau-pulau kecil, pulau terdepan, perbatasan antar negara dan daerah, daerah pesisir, daerah tertinggal, daerah pedalaman/ terpencil, daerah konsentrasi masalah kesejahteraan sosial, daerah rawan konflik dan daerah rawan sosial lainnya, sekurang-kurangnya :
    • Wilayah tersebut benar-benar rawan baik sosial, ekonomi, politik dan budaya;
    • Wilayah konsentrasi masalah kesejahteraan sosial;
    • Memiliki potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang dapat dikembangkan;
    • Memiliki dampak positif bagi wilayah lainnya.


Nilai Dasar

Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan berdasarkan nilai dasar keswadayaan, kemandirian, inisiatif lokal, partisipasi, efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, profesional, sinergis, terkoordinasi, terencana dan berkelanjutan.

Waktu dan Lokasi

1. Waktu

a. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan selama 1 (satu) tahun penuh mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. b. Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional ditetapkan setiap tanggal 20 Desember.

Lokasi

a. Penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Republik Indonesia, dengan prioritas daerah sesuai kriteria yang telah ditentukan dengan Keputusan pejabat yang berwenang. b. Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang dengan surat keputusan. c. Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional dilaksanakan di wilayah yang telah ditetapkan dari tahun sebelumnya melalui serah terima pataka KSN dari tuan rumah kepada Gubernur terpilih. Sedangkan lokasi acara puncak di daerah ditetapkan oleh Gubernur/ Walikota/ Bupati setempat sesuai dengan tingkat kewenangannya.

Strategi

Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial diselenggarakan dengan menjunjung tinggi peran dan partisipasi seluruh masyarakat baik secara individual, kelompok, keluarga, organisasi/ badan/ Lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dan masyarakat, dunia usaha maupun kelompok warga lainnya. Oleh sebab itu, Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial diselenggarakan bersama-sama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Untuk mewujudkan hal demikian, maka strategi Bulan Bhakti ditempuh melalui :
  1. Promosi dan kampanye sosial
  2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
  3. Penguatan kelembagaan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat
  4. Optimalisasi peran media
  5. Optimalisasi pendayagunaan gugus tugas
  6. Aksi Sosial secara serentak
  7. Optimalisasi peran masyarakat dan mitra sosial
  8. Optimalisasi peran pemangku kepentingan melalui koordinasi, sinkronisasi dan integrasi kebijakan, program dan kegiatan
  9. Optimalisasi peran keluarga
  10. Pendekatan Sejumlah pendekatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial adalah :
    • Pendekatan kewilayahan, artinya penyelenggaraan Bulan Bhakti dengan memperkuat sistem aksi sosial berdasarkan konsentrasi wilayah tertentu. Pendekatan ini digunakan untuk memperkuat pusat pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di wilayah tertentu Konsentrasi wilayah didasarkan pada hasil identifikasi
    • Pendekatan keterpaduan, artinya penyelenggaraan Bulan Bhakti haruslah melibatkan berbagai unsur masyarakat, dunia usaha, TNI,POLRI, tokoh masyarakat, kelompok, organisasi, Instansi Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah mulai dari tingkat desa/ kelurahan, kecamatan, Kabupaten/ Kota, Provinsi hingga nasional secara terkoordinasi dan terintegrasi.
    • Pendekatan lintas batas, artinya penyelenggaraan Bulan Bhakti haruslah mengandung berbagai aksi sosial lintas program dan atau lintas aksi tanpa dibatasi oleh kepentingan sektoral.


Kegiatan

1. Lingkup Nasional

Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial adalah serangkaian kegiatan Bulan bakti Kesetiakawanan Sosial yang diselenggarakan dalam lingkup nasional meliputi agenda :
  • Harmonisasi kebijakan nasional untuk kesetiakawanan sosial nasional
  • Persemaian budaya kesetiakawanan sosial secara nasional melalui sosialisasi, diseminasi, lokakarya/ workshop, seminar, diskusi publik, pendidikan, pelatihan, penataran, pemantapan dan atau sarasehan kesetiakawanan sosial
  • Kerjasama regional, nasional dan internasional untuk mewujudkan kemanusiaan universal dan hak asasi manusia
  • Penyelenggaraan Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional
  • Pendidikan Masyarakat termasuk organisasi dan kader pembangunan secara nasional
  • Operasi Kemanusiaan secara regional, nasional dan internasional, antara lain santunan/ bantuan sosial, pengobatan massal, sunatan massal, pasar murah, donor darah dan lain-lain
  • Pemberian penghargaan kepada desa / kelurahan peduli dan tokoh yang berjasa dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial berskala nasional
  • Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial.
  • Rehabilitasi sosial/ bedah kampung terhadap daerah kumuh/ tertinggal/ pedalaman dan atau perbatasan antar negara.
  • Kampanye sosial melalui media cetak, elektronik dan peragaan
  • Pengembangan keswadayaan masyarakat berbasis kearifan lokal seperti gugur gunung, lumbung kesetiakawanan sosial untuk pangan dan ketahanan sosial, gerakan seribuan dan sebagainya.
  • Bulan dana kesetiakawanan sosial secara nasional.
  • Kegiatan lainnya sesuai kebutuhan.

HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL 2019, SEJARAH, PENGERTIAN, TUJUAN, LANDASAN HUKUM, TEMA, DAN TUJUAN PERINGATAN HKSN

2. Lingkup Provinsi, Kabupaten/ Kota dan Kecamatan

Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di wilayah Provinsi, Kabupaten/ Kota dan kecamatan adalah serangkaian kegiatan Bulan bakti Kesetiakawanan Sosial yang diselenggarakan dalam lingkup Provinsi, Kabupaten/ Kota dan kecamatan meliputi :
  • Harmonisasi kebijakan Daerah untuk pembudayaan kesetiakawanan sosial
  • Persemaian budaya kesetiakawanan sosial melalui sosialisasi, diseminasi, lokakarya/ workshop, seminar, diskusi publik, pendidikan, pelatihan, penataran, pemantapan dan atau sarasehan kesetiakawanan sosial
  • Kerjasama daerah untuk mewujudkan kemanusiaan universal dan hak asasi manusia
  • Penyelenggaraan Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial di Provinsi, Kabupaten, Kota dan Kecamatan
  • Pendidikan Masyarakat termasuk organisasi dan kader pembangunan di daerah
  • Operasi Kemanusiaan secara antara lain santunan/ bantuan sosial, pengobatan massal, sunatan massal, pasar murah, dan lain-lain
  • Pemberian penghargaan kepada desa / kelurahan peduli dan tokoh yang berjasa dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial berskala daerah
  • Safari Bakti Kesetiakawanan Sosial nasional di daerah
  • Rehabilitasi sosial/ bedah kampung terhadap daerah kumuh/ tertinggal/ pedalaman dan atau perbatasan antar negara, antara lain rumah tidak layak huni, kali bersih, penataan lingkungan sosial, pelestarian lingkungan hidup, bakti sosial, gerakan penghijauan dan lain-lain.
  • Kampanye sosial melalui media cetak, elektronik dan peragaan
  • Pengembangan keswadayaan masyarakat berbasis kearifan local seperti gugur gunung, lumbung kesetiakawanan sosialm untuk pangan dan ketahanan sosial, gerakan seribuan dan sebagainya.
  • Bulan dana kesetiakawanan sosial sdecara nasional.
  • Kegiatan lainnya sesuai kebutuhan.


3. Lingkup Desa/ Kelurahan

Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di desa/ kelurahan adalah serangkaian kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial yang diselenggarakan di desa/ kelurahan atau wilayah sederajat yang meliputi :
  • Aksi Sosial berbasis kearifan lokal, seperti gotong royong, kerja bakti, aksi sosial, lumbung kesetiakawanan sosial, gugur gunung, desa bersih, kali bersih, perbaikan kampung, perbaikan rumah tidak layak huni, jimpitan beras; bulan dana kesetiakawanan sosial, gerakan masyarakat peduli bencana, Posko bencana dan lain-lain.
  • Operasi kemanusiaan seperti sunatan massal, operasi bibir sumbing, pengobatan gratis, bantuan beras miskin, santunan kematian, santunan sosial dan sebagainya.
  • Kampanye sosial dan penyuluhan sosial seperti sarasehan, pemasangan spanduk/ baliho, iklan layanan masyarakat dan sebagainya.
  • Pendidikan Bela Negara
  • Rehabilitasi sosial daerah kumuh/ Bedah kampung/ Perbaikan kampung/ Program kali bersih, pelestarian lingkungan hidup, penghijauan, keamanan dan sebagainya
  • Memperkokoh kerukunan hidup beragama dan kemasyarakatan.
  • Memelihara sikap toleransi tanpa membedakan latar belakang suku, agama, keturunan dan golongan dan sebagainya.
  • Gerakan asuransi dan dana sosial masyarakat
  • Penguatan relawan sosial
  • Kegiatan lainnya sesuai kebutuhan.


Mekanisme Penyelenggaraan

  1. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Nasional dilaksanakan secara mandiri dan terintegrasi berdasarkan kemandirian.
  2. Bulan Bakti kesetiakawanan Sosial nasional mandiri dilakukan oleh perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi/ lembaga/ badan, Instansi atau masyarakat yang karena peduli dan tanggungjawabnya melaksanakan sejumlah aksi sosial baik secara insidentil maupun berkelanjutan.
  3. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial diintegrasi dilakukan secara bersama-sama, terorganisir, terpadu, terkoordinasi dan sinergis yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi/ lembaga/ badan, Instansi atau masyarakat yang karena peduli dan tanggungjawabnya melaksanakan aksi sosial baik secara insidentil maupun berkelanjutan.
  4. Setiap daerah dapat melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara otonom sesuai kebutuhan dan kemampuannya dengan tetap memperhatikan pedoman ini.



SEJARAH HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL

Perang mempertahankan kemerdekaan yang terjadi dari tahun 1945 hingga tahun 1948 mengakibatkan permasalah sosial semakin bertambah jumlahnya. Kementerian Sosial menyadari bahwa untuk menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial tersebut diperlukan dukungan menyeluruh dari unsur masyarakat. Oleh sebab itu, maka pada bulan Juli 1949 di kota Yogyakarta, Kementerian Sosial mengadakan Penyuluhan Sosial bagi tokoh-tokoh masyarakat dan Kursus Bimbingan Sosial bagi Calon Sosiawan atau Pekerja Sosial, dengan harapan dapat menjadi mitra bagi pemerintah dalam menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial yang sedang terjadi.


Para Sosiawan atau Pekerja Sosial telah bekerja dengan jiwa dan semangat kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan serta kerelaan berkorban tanpa pamrih yang tumbuh di dalam masyarakat dapat diperkokoh, sehingga masyarakat dapat menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial yang timbul saat itu dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial bagi masyarakat.


Nilai kesetiakawanan sosial yang telah tumbuh didalam masyarakat perlu dilestarikan dan diperkokoh. Begitu juga dengan kinerja dan persatuan para sosiawan atau pekerja sosial perlu ditingkatkan. Untukhal tersebut, Kementerian Sosial berinisiatif membuat Lambang Pekerjaan Sosial dan Kode Etik atau Sikap Sosiawan. Lambang Pekerjaan Sosial dan Kode Etik Sosiawan diciptakan pada tanggal 20 Desember 1949, tanggal tersebut dipilih karena bertepatan dengan peristiwa bersejarah bersatunya seluruh lapisan masyarakat untuk mengatasi permasalahan dalam mempertahankan kedaulatan negara, yaitu pada tanggal 20 Desember 1948, sehari setelah tentara kolonial Belanda menyerbu dan menduduki ibukota negara Yogyakarta. Maka tanggal tersebut oleh Kementerian Sosial dijadikan sebagai HARI SOSIAL.


Hari Sosial atau Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) diperingati pada tanggal 20 Desember setiap tahun sebagai rasa syukur dan hormat atas keberhasilan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam menghadapi ancaman bangsa lain yang ingin menjajah kembali bangsa kita.


Peringatan Hari Sosial atau Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) tersebut merupakan upaya untuk mengenang, menghayati dan melakukan aksi dengan semangat persatuan, kesatuan, kegotong-royongan dan kekeluargaan rakyat Indonesia bahu membahu mengatasi permasalahan dalam mempertahankan kedaulatan bangsa atas pendudukan kota Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia oleh tentara Belanda pada tahun 1948.


Adapun sejarah lahirnya Hari Sosial yang pada akhirnya berubah menjadi Hari Kebhaktian Sosial, dan berganti lagi menjadi Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional adalah sebagai berikut :
  • HARI SOSIAL ke I atau pertama kali diperingati pada tanggal 20 Desember 1958 dicetuskan oleh Menteri Sosial Bapak H. Moeljadi Djojomartono.
  • Pada Peringatan yang ke XIX tanggal 20 Desember 1976, oleh Menteri Sosial Bapak HMS. Mintardja, SH. Nama HARI SOSIAL diubah menjadi HARI KEBAKTIAN SOSIAL.
  • Pada Peringatan yang ke XXVI tanggal 20 Desember 1983, oleh Menteri Sosial Ibu Nani Soedarsono, SH. nama HARI KEBAKTIAN SOSIAL diubah lagi menjadi HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL.
  • Pada Peringatan yang ke LVI Tanggal 20 Desember 2013 di lapangan Karebosi Makassar dihasilkan PIAGAM MAKASSAR dengan 4 produk yaitu : 
    1. Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional
    2. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial
    3. Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial
    4. Pos Komunikasi Sosial



Keempat produk ini untuk selanjutnya menjadi garis kebijakan Nasional sebagai penggerak implementasi Kesetiakawanan Sosial Nasional (KSN) di seluruh Indonesia. cgtrend.blogspot.com Jiwa dan semangat kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan dan kerelaan berkorban tanpa pamrih yang tumbuh di dalam masyarakat tersebut harus dikembangkan, direvitalisasi, didayagunakan dalam kehidupan berbangsa.


Pada saat ini bangsa Indonesia masih berhadapan dengan berbagai masalah kesejahteraan sosial yang meliputi kemiskinan, keterlantaran, ketunaan, keterpencilan dan kebencanaan yang jumlahnya tidak kecil. Sementara pemerintah memiliki kemampuan terbatas, sehingga diperlukan peran serta masyarakat.


Kesetiakawanan sosial masa kini adalah instrumen menuju kesejahteraan masyarakat melalui gerakan peduli dan berbagi oleh, dari dan untuk masyarakat baik sendiri-sendiri maupun secara bersamaan berdasarkan nilai kemanusiaan, kebersamaan, kegotongroyongan dan kekeluargaan yang dilakukan secara terencana, terarah dan dan berkelanjutan menuju terwujudnya Indonesia Sejahtera (INDOTERA).


Peringatan HKSN diharapkan dapat menjadi “alat pengungkit” untuk menggerakkan kembali nilai-nilai kesetiakawanan sosial yang ada dimasyarakat, yang dilaksanakan ditingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota dengan berdasarkan pada tiga prinsip, yaitu :
  1. Prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat yang berarti bahwa kegiatan Peringatan HKSN memerlukan peran aktif seluruh unsur masyarakat, antara lain TNI dan Polri, organisasi sosial/ lembaga swadaya masyarakat, unsur generasi muda, lembaga pendidikan, dunia usaha, media massa, pemuka masyarakat dan agama, relawan sosial dan masyarakat secara umum yang didayagunakan untuk kepentingan masyarakat.
  2. Prinsip Tri Daya, yaitu bahwa penyelenggaraan HKSN diharapkan dapat memberdayakan manusia, usaha, dan lingkungan sosial sebagai satu kesatuan.
  3. Prinsip berkelanjutan, bahwa kegitan-kegiatan dalam rangka Kesetiakawanan Sosial Nasional hendaknya dilaksanakan secara terus menerus sepanjang tahun (No Day Without Solidarity) dengan berdasarkan pada kedua prinsip tersebut di atas.



Peringatan Hari Kesetiakawanan sosial Nasional saat ini dilaksanakan dalam bentuk Bulan Bhakti Kesetikawanan Sosial yang dimaksudkan sebagai upaya mengarahkan percepatan gerakan Indonesia Peduli menuju terwujudnya Indonesia baru, dengan tujuan menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawab sosial masyarakat untuk mengkristalisasikan kesetiakawanan sosial serta meningkatkan jumlah masyarakat peduli dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.


Peringatan HKSN diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan sosial yang ada, dengan mengacu pada parameter kesejahteraan :
  1. Terpenuhinya kebutuhan dasar setiap warga negara Indonesia (sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan).
  2. Terlindungi hak sipil setiap warga negara (hak memperoleh KTP, Akte Kelahiran, hak berorganisasi, hak mengemukakan pendapat dll).
  3. Terlindunginya setiap warga negara dari berbagai resiko yang bertautan dengan siklus hidup, ketidakpastian ekonomi, resiko kerusakan lingkungan dan resiko sosial maupun politik (kecacatan, konflik, bencana, pengangguran).
  4. Terdapatnya kemudahan memperoleh berbagai akses pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, ekonomi/keuangan, politik dll).
  5. Terpenuhinya jaminan keberlangsungan hidup bagi setiap warga negara (asuransi, jaring pengamanan sosial, bantuan sosial dan lain-lain).



LANDASAN HUKUM HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
  2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
  3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa Dan Tanda Kehormatan (GTK);
  4. Undang-Undang Nomor 5 PRPS Tahun 1964 tentang Pemberian Penghargaan/ Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan;
  5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
  6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235);
  7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun Anggaran 2014;
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom;
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405);
  10. Keputusan Presiden RI No. 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara;
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan Keuangan Daerah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan;
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Tugas Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Kabupaten/Kota;
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/ Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);
  15. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294);
  16. Keputusan Presiden RI No. 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara;
  17. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 50/HUK/2007 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan di Lingkungan Kementerian Sosial RI;
  18. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial RI;





PENGERTIAN KESETIAKAWANAN SOSIAL

Kesetiakawanan Sosial adalah nilai, sikap dan perilaku sosial yang mengatur hubungan sosial antara warga satu dengan lainnya dengan menumbuhkan sikap dan tindakan saling peduli dan berbagi yang dilandasi oleh altruistik, kerelaan, kesetiaan, kebersamaan, toleransi, dan kesetaraan guna meningkatkan harkat, martabat dan harga diri setiap warga negara Indonesia.


Filosofi Kesetiakawanan Sosial adalah kepekaan rasa ingin menjadi bagian atau terlibat dari suatu keadaan sehingga muncul keinginan untuk menolong secara sukarela/ tanpa pamrih apapun.


Esensi dari Peringatan HKSN adalah untuk menggugah perasaan, empati terhadap kesulitan orang lain secara bersama-sama melalui aksi nyata (togetherness for willingness / menggugah kesadaran bersama untuk kebaikan semua).


TUJUAN PERINGATAN HKSN

  1. Menjadi gerak dasar untuk memudahkan dan memperlancar penyelenggaraan Gerakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara terkoordinasi, sinergis, terencana, terarah dan berkelanjutan.
  2. Terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilandasi oleh kesetiakawanan sosial
  3. Terciptanya kondisi sosial yang menjamin kesetiakawanan sosial mampu menjadi pilar dasar dalam mewujudkan Indonesia sejahtera.




TEMA HKSN

Kesetiakawanan Sosial Menembus Batas

Tema ini memiliki konsep 'Kami dan Kita' sebagai landasan kehidupan sosial masyarakat.

Demikian dari trend mengenai sejarah, pengertian, tujuan, landasan hukum, tema, tujuan dan latar belakang peringatan HKSN (hari kesetiakawanan sosial Nasional) tahun 2019 di cgtrend.blogspot.com semoga bermanfaat!!!

Posting Komentar untuk "HARI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL (HKSN): SEJARAH, PENGERTIAN, TUJUAN, LANDASAN HUKUM, TEMA, DAN TUJUAN PERINGATAN HKSN"