MAKNA DAN SEJARAH IDUL ADHA

CGTREND: Idul adha adalah hari suci umat Islam terbesar kedua setelah Idul Fitri. Kedua hari raya ini memiliki tujuan dan hikmah berbeda. Terutama jika dilihat dari segi histori dari keduanya. Idul Fitri yang jatuh pada setiap 1 Syawal dalam kalender Islam merupakan hari raya kemenangan setelah melaksanakan Ibadah puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, sedangkan Idul Adha yang jatuh pada setiap 10 Dzulhijjah bertepatan dengan bulan haji, ini menandai wukuf di Arafah.


Apabila melihat dari secara sejarah singkat idul adha, pengertian dari hari raya Kurban (istilah lain dari idul adha) adalah berasal dari dua kata dalam bahasa Arab. Kata pertama Idul berasal dari kata "'aada-ya'uudu-awdatan wa 'iidan" yang berarti kembali. Sedangkan Adha adalah kata kerja dari "Adha-Yudhii-udhiyatan" yang berarti berkorban. Dengan demikian, idul adha adalah suatu perayaan yang dilakukan oleh ummat sebagai tekad untuk kembali kepada semangat pengorbanan.


Di Indonesia, Malaysia, Brunei darussalam, dan negara berpenduduk Islam Idul Adha jatuh pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebutan “Hari Raya Haji”. Alasan Hari raya Idul Adha disebut dengan hari lebaran haji karena umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Bahkan dalam menyambut Idul Adha disunnahkan bagi Muslimin untuk menunaikan ibadah puasa yang disebut puasa Arafah.

Baca: APA ITU PUASA ARAFAH UCAPAN NIAT DAN HIKMAH JELANG HARI RAYA IDUL ADHA 2019


Hari raya Idul adha dalam sejarah singkatnya, dimaknai juga dengan sebutan “Idul Qurban". Istilah kata Qurban (Kuban) sendiri menegok dari sisi historis tentang kisah tauladan Nabi Ibrahim AS. Dimana pada hari itu, Nabi Ibrahim AS mampu menjalankan ujian atas iman dan taqwanya kepada Allah SWT yaitu mengurbankan anak tercintanya yang berusia 7 tahun, Nabi Ismail.


Serangkaian kisah Idul Adha dari sejarah menjelaskan bagaimana Allah SWT menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim AS mulai dari perintah menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun bahkan lembah tersebut sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun hingga perintah menyembelih Nabi Ismail AS menjadikan Haji dan Idul Adha sebagai momentum bagi Muslim di dunia sebagai hari suci umat Islam dalam keteguhan atas keimanan seorang muslim didunia. Bahkan Ibadah haji juga merupakan rukun Islam yang ke lima dari pilar-pilar akidah menjadi seorang beragama Islam.


Baca: Penjelasan Singkat Rukun Iman dan Rukun Islam


Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Ini artinya bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.


Intinya, melaksanakan Qurban adalah bentuk ritual yang sedemikian suci dan tinggi yang menggambarkan kedekatan seorang hamba terhadap Sang Khaliq. Seolah dengan segala keridhoan, dipersembahkan yang tercinta (kasus Ibrahim dengan anaknya) dalam rangka meraih keridhoan Ilahi. Hikmahnya tentu saja diharapkan pada akhirnya akan terpatri suatu hubungan yang dibangun di atas landasan "Radhiyatun Mardhiyaatun" yaitu seorang hamba yang memiliki jiwa yang ridho lagi diridhoi oleh Allah SWT". Sekilas tentang sejarah ini menggambarkan harapan agar kita mampu menumbuhkan tingkat kejiwaan insan muttaqiin, sebagaimana disebutkan dalam tingkatan-tingkatan tangga riyadhah nafsiyah (latihan kejiwaan) dalam dunia tasawuf.


Tentu banyak cara masyarakat di Indonesia, Brunei darussalam, Malaysia, dan negara berpenduduk Islam dalam merayakan Idul Adha menyesuaikan dengan tradisi yang berlaku sebagai upaya menumbuhkan tingkat kejiwaan melalui cara-cara mereka. Merayakan hari suci Idul Adha bertujuan sebagai tekad untuk kembali kepada semangat pengorbanan sebagaimana telah dicontohkan dalam kisah tauladan Nabi Ibrahim AS sebagai cara meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT.


Idul Adha yang mengandung makna dan sejarah "aada-ya'uudu-awdatan wa 'iidan" dan "Adha-Yudhii-udhiyatan"dalam pengertian umum kembali berkurban tentu kedatangan bulan Haji ini sangat diharap-harapkan oleh seluruh umat Islam karena selain banyak hikmah yang terkandung didalamnya, terdapat momentum berharga seperti menunaikan Ibadah Haji bagi yang mampu, menyumbang hewan kurban untuk diberikan kepada yang membutuhkan sebagai upaya dalam rangka meraih keridhoan Ilahi yang bukan sekedar kata-kata maupun ucapan semata. Lalu Apa sebenarnya makna sesungguhnya dibalik hari raya ini, untuk mendalami esensinya simak penjelasan berikut.


MAKNA IDUL ADHA

Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail diatas, bagi kita harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang mengandung pembelajaran sebagaimana makna-makna berikut:


1. Keimanan dan Ketakwaaan Dalam Berqurban

Kata "qurbaan" adalah bentuk tafdhiil yang menunjukkan penguatan terhadap sifat yang dikandung kata tersebut. Dengan demikian, kurbaan atau korban adalah wujud kedekatan yang sangat tinggi (Iman dan taqwa). Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan simbol penyembelihan hewan seorang hamba diharapkan semakin dekat (qariib) dengan Rabnya. Penyerahan pengorbanan dan tersimbahnya darah dari hewan adalah simbol penyerahan hidup seorang hamba kepada Rabbul 'aalamin sekaligus pembuktian dari ikrarnya: "Qul inna shalaati wa nusukii wamahyaaya mamaati lillahi Rabbil 'aalamiin" (sungguh shalatku, pengorbananku, hidup dan matiku adalah milik Allah, Tuhan seluruh alam).


2. Hubungan Antar Manusia

Sejarah atau risalah dari Idul Adha tentang Ibrahim AS dan anaknya Ismal AS untuk dapat dipetik sebagai pelajaran hidup adalah memiliki keikhlasan, ketulusan dalam berbuat yang pasti akan mendapatkan ganjaran pahala dari Allah SWT sebagai bentuk ketakwaan dan ketakwaan kita.  Artinya dari risalah idul adha bermakna untuk kehidupan manusia, diperlukan lebih banyak Ibrahim, Ismail serta Siti Hajar (Istri Nabi Ibrahim) yang lebih nyata di tengah-tengah pergaulan kita sehari-hari. Hikmah ini juga dimaknai sebagai menyembelih hawa nafsu, egoisme, ambisi akan harta dan jabatan yang ada pada diri masing-masing untuk diberikan kepada saudara, tetangga dan lebih-lebih kepada agama, Bangsa Negara dan daerah. Artinya keihklasan untuk berkorban itu yang paling utama, agar semua tindakan kita dapat terbebaskan dari kepentingan pribadi dan kelompok namun mesti atas dasar ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT. Sebagaimana hakekatnya bahwa koridor agama (Islam) mengemas kehidupan secara harmoni seperti halnya kehidupan dunia-akhirat.

MAKNA DAN SEJARAH IDUL ADHA


Baca:



3. Makna Sosial dan Hukum

UUD 1945 yang menyebut "fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara" Semakin menjadi pukulan telak bagi kita umat muslim karena kaum marjinal tersebut merupakan sebagian besar saudara kita sesama muslim. Makna sosial yang terkandung dalam Idul Adha, menandakan bahwa tidak ada yang bisa meragukan ajaran Islam adalah ajaran yang membawa keselamatan. Harus kita akui saat ini sikap apatis terhadap kemiskinan sering dipertontonkan baik oleh pemerintah maupun umat muslim itu sendiri. Terkikisnya sikap empati dalam budaya kita sebagai orang timur atau lebih khusus sebagai orang muslim sudah diprediksikan Tuhan, maka sudah selayaknya perintah membagi-bagikan daging hewan qurban kepada saudara kita yang tidak mampu jangan hanya ditafsirkan sampai disitu saja tapi harus ada kajian iman guna pembelajaran untuk mempertajamkan rasa empati kita terhadap sesama saudara yang tidak mampu, sehingga kedepannya akan menjadi solusi dalam mengentas kemiskinan, baik itu kembali mengembangkan konsep zakat maupun bidang ibadah ekonomi lainnya.


4. Peningkatan Kualitas Diri.

Hikmah keempat dari ritual keagaamaan ini adalah memperkukuh empati, kesadaran diri, pengendalian dan pengelolaan diri yang merupakan cikal bakal akhlak terpuji seorang Muslim. Akhlak terpuji dicontohkan Nabi seperti membantu sesama manusia dalam kebaikan, kebajikan, memuliakan tamu, mementingkani orang lain (altruism) dan senantiasa sigap dalam menjalankan segala perintah agama dan menjauhi hal-hal yang dilarang. Dalam Al Quran disebutkan bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung (QS Al-Qalam: 4). Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting merupakan “buah” dari pohon Islam berakarkan akidah dan berdaun syari”ah. Segala aktivitas manusia tidak terlepas dari sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Sebaliknya, akhlak tercela dipastikan berasal dari orang yang bermasalah dalam keimanan merupakan manisfestasi dari sifat-sifat syetan dan iblis. Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.



KESIMPULAN MAKNA DAN SEJARAH IDUL ADHA 10 DZULHIJJAH

Apa bila dilihat dari makna, sejarah dan hikman secara singkat diatas kita dapat menyimpulkan bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan dipadang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban. Olehsebab itu hikmah dan sejarah Hari Raya Idul Adha antara lain adalah sebagai sarana intropeksi diri dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, serta menjalankan perintah-perintahNya dengan ikhlas.

Posting Komentar untuk "MAKNA DAN SEJARAH IDUL ADHA"