Bacaan Takbir Iduladha – Selama hari raya Idul Adha dan Idul Fitri, umat Muslim senantiasa melafalkan takbir. Pada hari-hari sebelum Idul Adha, umat Muslim juga mengucapkan frasa ini, khususnya saat Hari Arafah.
Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA TERBARU
Awal mula takbir itu sebenarnya tak terlepas dari kisah Peristiwa penyembelihan nabi Ismail. Asal-usul Takbir dan ibadah kurban ini dimulai dari surah as-Saffat ayat 99-100 yang berisi kisah penantian panjang Nabi Ibrahim akan kehadiran seorang anak.
Diceritakan bahwa Nabi Ibrahim dan istrinya senantiasa berdoa kepada Allah swt agar diberi keturunan guna melanjutkan misi dakwah di muka bumi. Hal ini diabadikan Allah dalam firman-Nya:
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ١٠٠
Artinya: Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.” (QS. As-Saffat [37] ayat 100)
Menurut Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, tujuan nabi Ibrahim ingin memiliki seorang buah hati, selain sebagai penyambung garis keturunan juga agar anaknya menjadi orang yang melanjutkan togkat estafet dakwah untuk mentauhidkan Allah swt serta menggantikan kaum dan keluarganya yang ingkar kepada-Nya.
Allah swt kemudian menjawab doa-doa Nabi Ibrahim dan istrinya melalui firman-Nya,
“Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar” (QS. As-Saffat [37] ayat 101).
Ayat Al-quran ini merupakan konfirmasi bahwa beliau akan mendapatkan buah hati yang diidam-idamkan selama ini bersama istri tercinta.
Menurut sebagian ulama tafsir, yang dimaksud dari “anak yang sangat sabar” di sini adalah Nabi Ismail, bukan Nabi Ishaq. Disebutkan bahwa Nabi Ismail adalah anak pertama Nabi Ibrahim. Ia dilahirkan pada saat nabi Ibrahim berusia 86 tahun. Sedangkan Nabi Ishaq dilahirkan saat nabi Ibrahim seabad kurang setahun atau tepatnya saat berusia 99 tahun (Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir).
Ketika anak yang telah diidam-idamkan Nabi Ibrahim telah lahir dan tumbuh besar, lalu tibalah drama Ilahi yang menjadi ujian baginya. Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah swt melalui mimpi untuk menyembelih anaknya yang begitu ia cintai. Sulit bagi kita untuk menggambarkan bagaimana perasaan Nabi Ibrahim saat itu, namun yang pasti beliau tetap melaksanakannya meskipun teramat berat.
Sebagaiman Firman Allah swt, dalam al-Qur'an surat As-Saffat ayat 102 dikatakan:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Saffat [37] ayat 102).
Pada mulanya, sebenarnya Nabi Ibrahim agak ragu terkait mimpinya tersebut. Muqatil bin Sulaiman menyebutkan – sebagaimana dikutip oleh Imam al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurthubi – Nabi Ibrahim baru yakin terhadap mimpinya setelah mimpi tersebut terulang selama tiga malam berturut-turut. Dengan kemantapan hati, ia kemudian melakukan perintah itu.
Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah dengan penuh keyakinan dan tawakal kepada-Nya. Namun ada hal menarik yang beliau lakukan, yakni memberitahukan perintah tersebut terlebih dahulu kepada sang anak guna menenangkan hatinya. Beliau sama sekali tidak menggunakan jalan kekerasan dan pemaksaan sekalipun apa yang akan dilakukannya adalah perintah Allah Yang Maha Mutlak.
Setelah mengetahui nabi Ismail bersedia menunaikan perintah Allah swt, Nabi Ibrahim kemudian membawa anaknya tercinta untuk bersiap-siap. Firman Allah, “Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).” Pada saat itu keduanya telah siap dan tawakal menjalankan perintah Allah swt.
Menurut sebagian riwayat dari Ibnu Abbas Mujahid, dan Sa’id bin Jubair, karena hati Nabi Ibrahim merasa iba terhadap Ismail, beliau menelungkupkan anaknya dan ingin menyembelih di tengkuk agar tidak melihat wajah anaknya yang tercinta. Sedangkan riwayat lain menyebut Nabi Ibrahim membaringkan anaknya sebagaimana membaringkan hewan kurban ketika hendak disembelih.
Ketika penyembelihan nabi Ismail hampir terlaksana, saat itulah ada sebuah panggilan yang datang dari Allah swt sebagaimana tertuang dalam surah as-Saffat [37] ayat 104-105 yang bermakna, Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Nabi Ismail yang sudah siap disembelih digantikan dengan seekor kibas. Firman Allah swt, “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” Menurut Ibnu Abbas, kibas itu adalah kambing besar yang dipersembahkan oleh Habil untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dipelihara di surga sehingga dipakai menebus Ismail.
Berkat ketabahan, keikhlasan, serta keyakinan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Allah swt memberikan anugerah yang teramat besar bagi keduanya. Peristiwa asal-usul ibadah kurban ini kemudian diakhiri dengan penegasan bahwa Nabi Ibrahim benar-benar adalah hamba sekaligus utusan Allah swt dan ia termasuk di antara orang-orang yang salih.
Pada ayat-ayat tersebut, Allah seakan menyatakan bahwa penyembelihan nabi Ismail pada hakikatnya adalah ujian yang ia berikan kepada Nabi Ibrahim. Jika ia lulus, maka akan kami beri anugerah. Firman Allah swt, ”Selamat sejahtera bagi Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. As-Saffat [37] ayat 109-111).
Dalam kisah Peristiwa penyembelihan nabi Ismail terjadi dialog antara Nabi Ismail, Nabi Ibrahim, dan Malaikat Jibril.
Malaikat Jibril berkata, “Wahai, Ibrahim as. Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan engkau anugerah berupa kesabaran.”
Malaikan Jibril berkata kepada Nabi Ibrahim as. bahwa doa Nabi Ibrahim as. akan dikabulkan Allah SWT karena kesabarannya, “Berdoalah engkau kepada Allah, niscaya akan dikabulkan apa yang engkau minta.”
Maka Nabi Ibrahim as., menjawa (berdoa), “Ya Allah, janganlah engkau siksa satu pun umat Nabi Muhammad saw.”
Lalu setelah malaikat Jibril mendengarkan doa Nabi Ibrahim as., maka malaikat Jibril berkata, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar”.
Lalu Nabi Ismail as., berucap, “Laa ilaaha Illahu Wallahu Akbar.”
Kemudian Nabi Ibrahim as., menimpali, “Allahu Akbar Walillahilhamd.”
Jadi, kalimat takbiran yang selama ini kita kenal tersusun pertama kali oleh Malaikat Jibril , kedua dilanjutkan oleh Nabi Ismail as., kemudian yang ketiga dilanjutkan oleh Nabi Ibrahim as. Ketiga kalimat tersebut lalu digabungkan menjadi satu.
Terdapat makna Takbir secara istilah adalah sebuah frasa untuk memuliakan nama Allah SWT yang umumnya diucapkan baik selama sholat fardu maupun sholat sunah. Frasa ini juga digunakan dalam azan dan iqamah.
Selama hari raya Idul Adha dan Idul Fitri, umat Muslim senantiasa melafalkan takbir. Pada hari-hari sebelum Idul Adha, umat Muslim juga mengucapkan frasa ini, khususnya saat Hari Arafah.
Dasar dianjurkannya bertakbir pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha berdasarkan firman Allah dalam Qur’an surat al-Baqarah ayat 185, yang artinya: “...Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Disebutkan juga dalam Qur’an surat al-Baqarah ayat: 203, yang artinya: “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang, barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, Maka tiada dosa baginya. dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. dan bertakwalah kepada Allah, dan Ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya."
Maksud dzikir di sini ialah membaca takbir, tasbih, tahmid, talbiah dan sebagainya. beberapa hari yang berbilang ialah tiga hari sesudah hari raya haji Yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah. hari-hari itu dinamakan hari-hari tasy'riq.
Dasar hukum bertakbir hari raya Idul Fitri dan Idul Adha berdasarkan hadits adalah sebagai berikut:
Hadits dari Umar ra. “Ketika di Mina, Umar r.a mengumandangkan takbir di dalam kemahnya hingga orang-orang yang berada di dalam masjid mendengengarnya, maka mereka dan orang-orang yang sedang berada di pasar pun ikut mengumandangkan takbir sehingga kota mina bergemuruh dengan takbir.
Ibnu Umar mengumandangkan takbir di Mina pada hari-hari itu setiap selesai melaksanakan shalat, ketika berada di atas pembaringan, di kemah, di dalam masjid dan ketika ia sedang berjalan pada hari-hari itu. Maimunah melantunkan takbir pada hari nahr, sementara para wanita mengumandangkan takbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz bersama para lelaki lain pada malam hari-hari tasyriq di dalam masjid.
Di dalam hadits ini dijelaskan bahwa Umar mengumandangkan takbir di kemahnya katika berada di Mina. Ketika sedang berada dalam kemahnya di Mina selalu mengumandangkan takbir, begitu pula dengan orang-orang yang berada di dalam masjid dan orang-orang yang berada di pasar, hingga kota Mina bergemuruh dengan suara takbir. Maimunah yang dimaksud adalah Maimunah binti al-Harits, istri Rasulullah Saw.
Hadits yang riwayatkan oleh Ibnu Mas’ud. di dalam hadits ini menjelaskan bahwa lafal takbir Iduladha termasuk hari raya Idul Fitri dibaca dua kali adalah:
“Dari Ibnu Mas’ud r.a bahwa ia bertakbir pada hari tasrik (dengan lafal), Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallah, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd”.
Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bahwa membaca takbir adalah tiga kali seperti berikut ini: “Dari Jabir bin Abdillah berkata: Rasulullah Saw. Bersabda apabila telah sampai subuh dari pada keesokan hari Arafah Maka Rasulullah menyampaikan kepada sahabatnya maka Rasulullah berkata dimanapun kalian berada ucapkan atau bertakbirlah pada keesokan hari Arafah sampai akhir dari hari tasyrik” (H.R. Daru Qutni)
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa lafal tabir bibaca tiga kali. “Dari Ibnu Abbas: bertakbir pada hari Arafah hingga akhir hari ke tiga belas Dzulhijjah tidak bertakbir pada magribnya: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar segala puji dan kemuliaan bagi Allah. Allah maha besar atas segala petunjuk yang diberikan kepada kami”.(H.R. Baihaqi)
Bertakbir, sebagaimana Rasulullah Saw. bertakbir dalam shalat ialah, Allahu Akbar. Maka imam memulai, seraya mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, ,Allahu Akbar, sehingga ia mengucapkannya takbir tiga kali. lafadz takbir yang dikumandangkan pada saat hari raya adalah “Allahu Akbar” sebanyak 3 kali, ini masyhur berasal dari nas-nas Imam Syafi’i rahimahullah dan merupakan fatwa madzhab.
Imam al-Syafi’i berkata: Jika ingin menambahkan lafal takbirnya, maka ucapkanlah setelah takbir 3 kali yaitu Allahu Akbar Kabiran wal Hamdulillahi Katsiran wa Subhanallahi Bukratan wa Ashilaan Laa Ilaaha Illahu wa Laa Na’budu Illaa Iyyahu Mukhlishina lahud Diin wa Lau Karihal Kafiruun dan seterusnya.
Lafadz bacaan takbir Iduladha
(3x) اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَااِلٰهَ اِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Allahu akbar x3, la ilaha Iillallahu wallahu akbar, Alllahu akbar walillah ilham
Bacaan latin: Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar. Allaahu akbar walillaahil hamd.
Artinya: “Allah maha besar Allah maha besar Allah maha besar. Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar Allah maha besar dan segala puji bagi Allah.”
versi lengkap:
اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَر اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ ـ اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً ـ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اَلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْـدَهُ وَنَصَرَعَبِدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ . اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ
Bacaan latin: Allahu akbar.. Allahu akbar.. Allahu akbar..
Laa – ilaaha – illallaahu wallaahu akbar.
Allaahu akbar walillaahil – hamd.
Allahu akbar.. Allahu akbar.. Allahu akbar…..
Allaahu akbar kabiiraa walhamdulillaahi katsiiraa,…
wasubhaanallaahi bukrataw – wa ashillaa.
Laa – ilaaha illallallahu walaa na’budu illaa iyyaahu
Mukhlishiina lahuddiin
Walau karihal – kaafiruun
Walau karihal munafiqun
Walau karihal musyriku
Laa – ilaaha – illallaahu wahdah, shadaqa wa’dah, wanashara ‘abdah, – wa – a’azza – jundah, wahazamal – ahzaaba wahdah.
Laa – ilaaha illallaahu wallaahu akbar.
Allaahu akbar walillaahil – hamd.
Artinya: Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan Allah Mahabesar.
Allah Mahabesar dan segala puji hanya bagi Allah
Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar
Allah maha besar dengan segala kebesaran,
Segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya,
Dan maha suci Allah sepanjang pagi dan sore.
Tiada Tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya dengan memurnikan agama Islam meskipun orang kafir, munafiq dan musyrik membencinya.
Tiada Tuhan selain Allah dengan ke Esaan-Nya. Dia menepati janji, menolong hamba dan memuliakan bala tentara-Nya serta melarikan musuh dengan ke Esaan-Nya. Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar. Allah maha besar dan segala puji bagi Allah.
Itulah topic bacaan takbir untuk Iduladha, arab, latin beserta artinya yang dirangkum cgtrend.blogspot.com!!!
Baca: KATA UCAPAN SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA TERBARU
Awal mula takbir itu sebenarnya tak terlepas dari kisah Peristiwa penyembelihan nabi Ismail. Asal-usul Takbir dan ibadah kurban ini dimulai dari surah as-Saffat ayat 99-100 yang berisi kisah penantian panjang Nabi Ibrahim akan kehadiran seorang anak.
Diceritakan bahwa Nabi Ibrahim dan istrinya senantiasa berdoa kepada Allah swt agar diberi keturunan guna melanjutkan misi dakwah di muka bumi. Hal ini diabadikan Allah dalam firman-Nya:
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ ١٠٠
Artinya: Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.” (QS. As-Saffat [37] ayat 100)
Menurut Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir Al-Qur’an al-Azhim, tujuan nabi Ibrahim ingin memiliki seorang buah hati, selain sebagai penyambung garis keturunan juga agar anaknya menjadi orang yang melanjutkan togkat estafet dakwah untuk mentauhidkan Allah swt serta menggantikan kaum dan keluarganya yang ingkar kepada-Nya.
Allah swt kemudian menjawab doa-doa Nabi Ibrahim dan istrinya melalui firman-Nya,
“Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar” (QS. As-Saffat [37] ayat 101).
Ayat Al-quran ini merupakan konfirmasi bahwa beliau akan mendapatkan buah hati yang diidam-idamkan selama ini bersama istri tercinta.
Menurut sebagian ulama tafsir, yang dimaksud dari “anak yang sangat sabar” di sini adalah Nabi Ismail, bukan Nabi Ishaq. Disebutkan bahwa Nabi Ismail adalah anak pertama Nabi Ibrahim. Ia dilahirkan pada saat nabi Ibrahim berusia 86 tahun. Sedangkan Nabi Ishaq dilahirkan saat nabi Ibrahim seabad kurang setahun atau tepatnya saat berusia 99 tahun (Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir).
Ketika anak yang telah diidam-idamkan Nabi Ibrahim telah lahir dan tumbuh besar, lalu tibalah drama Ilahi yang menjadi ujian baginya. Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah swt melalui mimpi untuk menyembelih anaknya yang begitu ia cintai. Sulit bagi kita untuk menggambarkan bagaimana perasaan Nabi Ibrahim saat itu, namun yang pasti beliau tetap melaksanakannya meskipun teramat berat.
Sebagaiman Firman Allah swt, dalam al-Qur'an surat As-Saffat ayat 102 dikatakan:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Saffat [37] ayat 102).
Pada mulanya, sebenarnya Nabi Ibrahim agak ragu terkait mimpinya tersebut. Muqatil bin Sulaiman menyebutkan – sebagaimana dikutip oleh Imam al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurthubi – Nabi Ibrahim baru yakin terhadap mimpinya setelah mimpi tersebut terulang selama tiga malam berturut-turut. Dengan kemantapan hati, ia kemudian melakukan perintah itu.
Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah dengan penuh keyakinan dan tawakal kepada-Nya. Namun ada hal menarik yang beliau lakukan, yakni memberitahukan perintah tersebut terlebih dahulu kepada sang anak guna menenangkan hatinya. Beliau sama sekali tidak menggunakan jalan kekerasan dan pemaksaan sekalipun apa yang akan dilakukannya adalah perintah Allah Yang Maha Mutlak.
Setelah mengetahui nabi Ismail bersedia menunaikan perintah Allah swt, Nabi Ibrahim kemudian membawa anaknya tercinta untuk bersiap-siap. Firman Allah, “Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).” Pada saat itu keduanya telah siap dan tawakal menjalankan perintah Allah swt.
Menurut sebagian riwayat dari Ibnu Abbas Mujahid, dan Sa’id bin Jubair, karena hati Nabi Ibrahim merasa iba terhadap Ismail, beliau menelungkupkan anaknya dan ingin menyembelih di tengkuk agar tidak melihat wajah anaknya yang tercinta. Sedangkan riwayat lain menyebut Nabi Ibrahim membaringkan anaknya sebagaimana membaringkan hewan kurban ketika hendak disembelih.
Ketika penyembelihan nabi Ismail hampir terlaksana, saat itulah ada sebuah panggilan yang datang dari Allah swt sebagaimana tertuang dalam surah as-Saffat [37] ayat 104-105 yang bermakna, Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Nabi Ismail yang sudah siap disembelih digantikan dengan seekor kibas. Firman Allah swt, “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” Menurut Ibnu Abbas, kibas itu adalah kambing besar yang dipersembahkan oleh Habil untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dipelihara di surga sehingga dipakai menebus Ismail.
Berkat ketabahan, keikhlasan, serta keyakinan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Allah swt memberikan anugerah yang teramat besar bagi keduanya. Peristiwa asal-usul ibadah kurban ini kemudian diakhiri dengan penegasan bahwa Nabi Ibrahim benar-benar adalah hamba sekaligus utusan Allah swt dan ia termasuk di antara orang-orang yang salih.
Pada ayat-ayat tersebut, Allah seakan menyatakan bahwa penyembelihan nabi Ismail pada hakikatnya adalah ujian yang ia berikan kepada Nabi Ibrahim. Jika ia lulus, maka akan kami beri anugerah. Firman Allah swt, ”Selamat sejahtera bagi Ibrahim. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. As-Saffat [37] ayat 109-111).
Dalam kisah Peristiwa penyembelihan nabi Ismail terjadi dialog antara Nabi Ismail, Nabi Ibrahim, dan Malaikat Jibril.
Malaikat Jibril berkata, “Wahai, Ibrahim as. Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan engkau anugerah berupa kesabaran.”
Malaikan Jibril berkata kepada Nabi Ibrahim as. bahwa doa Nabi Ibrahim as. akan dikabulkan Allah SWT karena kesabarannya, “Berdoalah engkau kepada Allah, niscaya akan dikabulkan apa yang engkau minta.”
Maka Nabi Ibrahim as., menjawa (berdoa), “Ya Allah, janganlah engkau siksa satu pun umat Nabi Muhammad saw.”
Lalu setelah malaikat Jibril mendengarkan doa Nabi Ibrahim as., maka malaikat Jibril berkata, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar”.
Lalu Nabi Ismail as., berucap, “Laa ilaaha Illahu Wallahu Akbar.”
Kemudian Nabi Ibrahim as., menimpali, “Allahu Akbar Walillahilhamd.”
Jadi, kalimat takbiran yang selama ini kita kenal tersusun pertama kali oleh Malaikat Jibril , kedua dilanjutkan oleh Nabi Ismail as., kemudian yang ketiga dilanjutkan oleh Nabi Ibrahim as. Ketiga kalimat tersebut lalu digabungkan menjadi satu.
PENGERTIAN TAKBIR
Secara bahasa, Takbir merupakan istilah untuk frasa Arab Allahu Akbar yang artinya Allah Maha Besar. Dan seruan ini dikumandangkan oleh umat muslim untuk memuliakan nama Allah SWT.Terdapat makna Takbir secara istilah adalah sebuah frasa untuk memuliakan nama Allah SWT yang umumnya diucapkan baik selama sholat fardu maupun sholat sunah. Frasa ini juga digunakan dalam azan dan iqamah.
Selama hari raya Idul Adha dan Idul Fitri, umat Muslim senantiasa melafalkan takbir. Pada hari-hari sebelum Idul Adha, umat Muslim juga mengucapkan frasa ini, khususnya saat Hari Arafah.
Dasar-Dasar Hukum Membaca Takbir Hari Raya (IDUL FITRI & IDUL ADHA)
Dalam menetapkan suatu hukum dari setiap perbuatan maka harus mempunyai landasan. Sehingga dengan landasan itu maka suatu perbuatan tersebut dapat ditetapkan hukumnya. Apakah akan jatuh kepada hukum wajib, sunat, makruh, mubah atau haram. Demikian pula dengan takbir, takbir ini masuk ke dalam ruang lingkup Ibadah dan dasar hukum bertakbir itu ada berdasarkan al-Qur’an dan hadits yang akan diuraikan berikut ini:Dasar dianjurkannya bertakbir pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha berdasarkan firman Allah dalam Qur’an surat al-Baqarah ayat 185, yang artinya: “...Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Disebutkan juga dalam Qur’an surat al-Baqarah ayat: 203, yang artinya: “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang, barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, Maka tiada dosa baginya. dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. dan bertakwalah kepada Allah, dan Ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya."
Maksud dzikir di sini ialah membaca takbir, tasbih, tahmid, talbiah dan sebagainya. beberapa hari yang berbilang ialah tiga hari sesudah hari raya haji Yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah. hari-hari itu dinamakan hari-hari tasy'riq.
Dasar hukum bertakbir hari raya Idul Fitri dan Idul Adha berdasarkan hadits adalah sebagai berikut:
Hadits dari Umar ra. “Ketika di Mina, Umar r.a mengumandangkan takbir di dalam kemahnya hingga orang-orang yang berada di dalam masjid mendengengarnya, maka mereka dan orang-orang yang sedang berada di pasar pun ikut mengumandangkan takbir sehingga kota mina bergemuruh dengan takbir.
Ibnu Umar mengumandangkan takbir di Mina pada hari-hari itu setiap selesai melaksanakan shalat, ketika berada di atas pembaringan, di kemah, di dalam masjid dan ketika ia sedang berjalan pada hari-hari itu. Maimunah melantunkan takbir pada hari nahr, sementara para wanita mengumandangkan takbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz bersama para lelaki lain pada malam hari-hari tasyriq di dalam masjid.
Di dalam hadits ini dijelaskan bahwa Umar mengumandangkan takbir di kemahnya katika berada di Mina. Ketika sedang berada dalam kemahnya di Mina selalu mengumandangkan takbir, begitu pula dengan orang-orang yang berada di dalam masjid dan orang-orang yang berada di pasar, hingga kota Mina bergemuruh dengan suara takbir. Maimunah yang dimaksud adalah Maimunah binti al-Harits, istri Rasulullah Saw.
Ragam Bacaan Lafal Takbir Hari Raya (IDUL FITRI & IDUL ADHA)
Dalam jumlah pengucapan lafal takbir di kalangan masyarakat pada praktiknya terjadi perbedaan. Ada yang membacanya dua kali dan ada pula yang membacanya tiga kali. Sebab terjadinya perbedaan pada masyarakat dalam hal jumlah bilangan lafal takbir karena adanya dalil yang berbeda tentang penjelasan lafal takbir itu. Lafal takbir terdapat banyak ragamnya, karena tidak terdapat riwayat lafal takbir tententu dari Nabi Saw. Namun ada beberapa sahabat yang mencontohkannya, diantaranya:Hadits yang riwayatkan oleh Ibnu Mas’ud. di dalam hadits ini menjelaskan bahwa lafal takbir Iduladha termasuk hari raya Idul Fitri dibaca dua kali adalah:
“Dari Ibnu Mas’ud r.a bahwa ia bertakbir pada hari tasrik (dengan lafal), Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallah, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd”.
Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bahwa membaca takbir adalah tiga kali seperti berikut ini: “Dari Jabir bin Abdillah berkata: Rasulullah Saw. Bersabda apabila telah sampai subuh dari pada keesokan hari Arafah Maka Rasulullah menyampaikan kepada sahabatnya maka Rasulullah berkata dimanapun kalian berada ucapkan atau bertakbirlah pada keesokan hari Arafah sampai akhir dari hari tasyrik” (H.R. Daru Qutni)
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa lafal tabir bibaca tiga kali. “Dari Ibnu Abbas: bertakbir pada hari Arafah hingga akhir hari ke tiga belas Dzulhijjah tidak bertakbir pada magribnya: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar segala puji dan kemuliaan bagi Allah. Allah maha besar atas segala petunjuk yang diberikan kepada kami”.(H.R. Baihaqi)
Bertakbir, sebagaimana Rasulullah Saw. bertakbir dalam shalat ialah, Allahu Akbar. Maka imam memulai, seraya mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, ,Allahu Akbar, sehingga ia mengucapkannya takbir tiga kali. lafadz takbir yang dikumandangkan pada saat hari raya adalah “Allahu Akbar” sebanyak 3 kali, ini masyhur berasal dari nas-nas Imam Syafi’i rahimahullah dan merupakan fatwa madzhab.
Imam al-Syafi’i berkata: Jika ingin menambahkan lafal takbirnya, maka ucapkanlah setelah takbir 3 kali yaitu Allahu Akbar Kabiran wal Hamdulillahi Katsiran wa Subhanallahi Bukratan wa Ashilaan Laa Ilaaha Illahu wa Laa Na’budu Illaa Iyyahu Mukhlishina lahud Diin wa Lau Karihal Kafiruun dan seterusnya.
Kedudukan Takbir
Adapun takbir di dalam Idulfirti dan Iduladha terbagi ke dalam tiga bagian diantaranya:- Takbir yang di baca di dalam shalat hari raya, yaitu diucapkan setelah membaca takbiratul ihram sebanyak tujuh kali selain takbiratul ihram padarakaat pertama sedangkan pada raka’at kedua lafal takbir di baca lima kali selain takbir intiqal yang dibaca secara berturut-turut.
- Takbir pada khutbah Idul Fitri yang dimana khutbah tersebut merupakan salah satu rukun dari shalat Idul Fitri kemudian kepada khatib disunatkan membaca takbir sebanyak Sembilan kali ketika dimulainya khutbah dan kemudian khatib kembali membaca takbir tujuh kali setelah khatib bangun dari duduknya secara berturut-turut. Dan jika terpisah anatara takbir yang pertama dan kedua dengan tahmid dan tahlil dan pertengahan itu lebih bagus.
- Takbir yang dibaca di luar shalat dalam waktu yang telah ditentukan. Menurut imam Syafi’I lafal takbir dibaca tiga kali kemudian dilanjutkan dengan kalimat, laa ilaha illallahu allau akbar, allahu akbar walillahil hamd, allahu akbar kabira walhamdulillahi katsira, wasubhanallahi bukratau waatsila, laa ilaha illallahu wahdah, sadaqa wa’dah, wanasara abdah, wa’aaz jandahu wahazamal ahzab wahdah.
LAFADZ BACAAN TAKBIR IDULADHA
Selama hari raya Iduladha dan Idulfitri, umat Muslim senantiasa melafalkan takbir. Pada hari-hari sebelum Iduladha, umat Muslim juga mengucapkan frasa ini, khususnya saat Hari Arafah. Dan dibawah ini merupakan lafadz bacaan takbir Iduladha lengkap dalam tulisan arab, latin serta arti bahasa indonesianya.Lafadz bacaan takbir Iduladha
(3x) اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَااِلٰهَ اِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Allahu akbar x3, la ilaha Iillallahu wallahu akbar, Alllahu akbar walillah ilham
Bacaan latin: Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar. Allaahu akbar walillaahil hamd.
Artinya: “Allah maha besar Allah maha besar Allah maha besar. Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar Allah maha besar dan segala puji bagi Allah.”
versi lengkap:
اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَر اَللَّهُ اَكْبَرْ ـ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ ـ اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً ـ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اَلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ لآاِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْـدَهُ وَنَصَرَعَبِدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لآ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ . اَللَّهُ اَكْبَرْ اَللَّهُ اَكْبَرْ وَلِلَهِ الْحَمْدُ
Bacaan latin: Allahu akbar.. Allahu akbar.. Allahu akbar..
Laa – ilaaha – illallaahu wallaahu akbar.
Allaahu akbar walillaahil – hamd.
Allahu akbar.. Allahu akbar.. Allahu akbar…..
Allaahu akbar kabiiraa walhamdulillaahi katsiiraa,…
wasubhaanallaahi bukrataw – wa ashillaa.
Laa – ilaaha illallallahu walaa na’budu illaa iyyaahu
Mukhlishiina lahuddiin
Walau karihal – kaafiruun
Walau karihal munafiqun
Walau karihal musyriku
Laa – ilaaha – illallaahu wahdah, shadaqa wa’dah, wanashara ‘abdah, – wa – a’azza – jundah, wahazamal – ahzaaba wahdah.
Laa – ilaaha illallaahu wallaahu akbar.
Allaahu akbar walillaahil – hamd.
Artinya: Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan Allah Mahabesar.
Allah Mahabesar dan segala puji hanya bagi Allah
Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar
Allah maha besar dengan segala kebesaran,
Segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya,
Dan maha suci Allah sepanjang pagi dan sore.
Tiada Tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya dengan memurnikan agama Islam meskipun orang kafir, munafiq dan musyrik membencinya.
Tiada Tuhan selain Allah dengan ke Esaan-Nya. Dia menepati janji, menolong hamba dan memuliakan bala tentara-Nya serta melarikan musuh dengan ke Esaan-Nya. Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar. Allah maha besar dan segala puji bagi Allah.
Itulah topic bacaan takbir untuk Iduladha, arab, latin beserta artinya yang dirangkum cgtrend.blogspot.com!!!
Posting Komentar untuk "BACAAN TAKBIR IDULADHA, ARAB, LATIN BESERTA ARTINYA"