Khutbah atau khotbah merupakan salah satu cara yang banyak diterapkan, khususnya dalam Islam untuk menyampaikan pesan penting, topic khususnya dalam hal keagamaan. Pesan tersebut tentu menyesuaikan momen yang sedang tranding saat ini, semisal hari raya.
Seperti diketahui sahabat cgtrend.blogspot.com, Umat Islam telah memasuki minggu terakhir dalam menunaikan Ibadah Puasa Ramadan. Ini artinya tinggal beberapa hari lagi kaum muslimin akan merayakan hari kemenangan setelah sebulan menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan.
Dalam menyambut malam takbir di hari raya Idul Fitri ini, selain membayar Zakat Fitrah biasanya Umat Islam akan melaksanakan Sholat Ied berjamaah di Pagi hari.
Bahkan para Ulama mengatakan bahwa hukum Sholat ied sendiri adalah Sunnah Muakaddah begitu pun dengan khutbah setelah Sholat. Nah bagi sahabat cgtrend.blogspot.com, yang kebetulan akan membacakan materi khutbah Idul Fitri dan sedang mencari materi referensi.
Di bawah ini terdapat contoh khutbah Sholat Idul Fitri yang disampaikan secara singkat bertemakan mengurai kembali makna hari raya Idulfitri.
Hadirin jama’ah Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Kanti wajah ingkang cerah lan sumringah wonten injing ingkang cerah, manah ingkang bungah kebak kanthi barokah, lan perasaan-perasaan lintu ingkang mboten saget dipun ungkapaken kanthi mawi ukoro, ugi mboten dipun rahosaken tiyang-tiyang ingkang mboten ngelaksanaaken siyam wonten ing wulan romadlon. Hal puniko sesuai kalian dawuh ipun Kanjeng nabi SAW: “Keduwe wongkang poso ono 2 kebungahan, kebungahan nalikono buko (riyoyo) lan kebungahan nalikone ketemu pengerane (Allah) wonten ing dinten kiamat”
Dengan wajah yang cerah, pagi ini kita berkumpul untuk melaksanakan sholat idul fitri, sebagai wujud syukur kita kepada Allah SWT, dzat yang telah memberikan banyak nikmat kepada kita semua. Kita juga patut bersyukur Alhamdulillah, pada pagi hari ini kita dapat berkumpul bersama keluarga, kerabat, dan sahabat, untuk bersama-sama menjalankan ibadah sholat idul fitri, berbagi rasa gembira dan bahagia, dibulan yang fitri ini. Karena di luar sana, masih banyak saudara- saudara kita, yang masih berada diluar daerah, atau karena himpitan ekonomi, mereka tidak dapat berkumpul bersama-sama kita untuk merayakan hari raya, hari kemenangan nan fitri ini.Kita juga patut bersyukur, bahwa kita masih diberi kesempatan oleh Allah SWT menjumpai hari raya idul Fitri pada tahun ini.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Dan ketahuilah, pada pagi ini adalah hari kita umat islam merayakan kemenangan setelah selama satu bulan penuh kita menghadapi peperangan yang besar, yakni memerangi hawa nafsu selama bulan ramadlan yang telah lewat. Kita telah berjuang dengan sungguh-sungguh, memerangi hawa nafsu, menahan lapar, menahan dahaga, serta menahan segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa kita. Kita juga tenulah berjuang, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan berbagai bentuk ibadah, sholat tarawih, qiyamul lail, shodaqoh, dan ibadah-ibadah lainnya. Serta telah menutup serta menyempurnakan ibadah puasa kita, dengan zakat fitrah, sebagai pembersih jiwa kita, serta sebagai pembersih puasa kita dari segala bentuk tindakan yang dapat mengotori dan bahkan merusak pahala puasa kita.
Hadirin jama’ah idul fitri yang dimuliakan Allah
Sebagai perwujudan syukur atas kemenangan kita, selama semalaman kita kumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid, sebagai ungkapan serta pernyataan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan lahir dan batin kepada kita, sehingga mampu menyelesaikan tugas dibulan ramadlan. Bahkan sampai pagi hari ini, kita masih kumandangkan bacaan takbir, tahlil dan tahmid, demi untuk mengagungkan Allah SWT, yang kemudian dilanjutkan dengan berkumpul bersama, untuk melaksanakan sholat jama’ah idul fitri pada pagi hari ini.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Wajar dan lumrah, ketika pada hari ini kita bersuka ria dengan menggunakan pakaian-pakaian yang baru dan yang terbaik milik kita, wangi-wangian dan segala bentuk assesoris untuk memperindah diri, sebagai wujud suka cita atas kemenangan yang telah kita raih. Namun demikian, satu hal yang perlu kita perhatikan, bahwa perwujudan suka ria kita jangan berlebih-lebihan, karena itu adalah perbuatan syetan, juga jangan berlebih-lebihan, karena disana saudara-saudara kita masih banyak yang kekurangan, membutuhkan uluran tangan.
ولاتبذرتبد ير ان المبذرين كانوا اخوان الشياطين
Hadirin jama’ah idul fitri yang dimuliakan Allah
Selama satu bulan penuh, kita telah menjalani pendidikan lahir batin, melalui kegiatan berpuasa, sholat tarawih, qiyamul lail, serta ibadah lain sesuai dengan kemauan dan kemampuan kita masing-masing. Tiada suatu pengharapan yang lain, kecuali mendapatkan ridlo dari Allah SWT. Karena jika telah mendapatkan ridlo-Nya, segala sesuatu akan menjadi urusan Allah. Segala dosa diampuni, segala kesalahan dihapuskan, semua dikabulkan, amal ibadah dilipatgandakan, serta apa yang kita butuhkan tersediakan. Itulah bagi orang yang melaksanakan kegiatan dibulan romadlon, hanya dikarenakan mencari ridlo Allah SWT. Sesuai dengan hadits
من صام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه وما تاخرنوم الصا ئم عبادت وصمته تسبيح ودعائه مستجاب وذنبه مغفور
Jama’ah Idul Fitri Yang di Muliakan Allah
Seseorang yang melaksanakan ibadah di bulan ramadlan dengan tulus ikhlas, hanya karena Allah, serta menghindari segala sesuatu yang merusak puasa, maka pada hari ini, ia ibarat baru kembali dari asal kajadiannya. Ia ibarat bayi yang baru lahir dari rahim ibunya, tiada noda dan tiada dosa yang menyelimutinya. Ia ibarat kertas putih, yang belum ada noda ataupun tulisan, atau gambaran apapun yang ada di dalamnya. Namun, ketika seseorang melaksanakan puasa yang tidak karena Allah, maka ia hanya akan mendapatkan haus dahaga dan lapar belaka. Dan segalanya seakan menjadi sia-sia.
نعوذ بالله ثم نعوذ بالله
Pada hari ini, kita telah memperoleh kemulyaan sebagai seorang yang bersih dan suci, tanpa dosa dan kesalahan, karena telah mendapatkan ampunan dari Allah, atas dosa dan kesalahan kepada Allah. Namun demikian, kebersihan dan kesucian tersebut belum sempurna sepenuhnya apabila kita masih mempunyai tanggungan dosa dan kesalahan terhadap sesama manusia, apabila kita belum memohon maaf dan ampunan kepada mereka, karena Allah hanya akan mengampuni dosa-dosa yang terjadi antara sesama manusia, hanya jika antara manusia itu sendiri sudah saling memaafkan dan mengikhaskan atas kesalahan dan dosanya.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Untuk membersihkan noda atas kesalahan dan dosa-dosa diantara sesama manusia, maka marilah kita saling maaf memaafkan antara orangtua dengan anak, saudara dengan saudara, tetangga dengan tetangga, murid dan gurunya, sahabat dengan sahabat, serta dengan semua manusia yang berhubungan dengan kita. Untuk itu, pada hari raya ini, marilah kita bersillaturrahim, guna untuk mempererat persaudaraan dan saling maaf memaafkan. Untuk membersihkan diri kita dari kesalahan dan dosa antara sesama manusia, juga untuk menyempurnakan kesucian dan kebersihan jiwa raga kita pada hari raya ini.
Jama’ah Idul Fitri Yang di Muliakan Allah Untuk menyempurnakan kesucian dan kebersihan kita, marilah kita datangi kedua orang tua kita, saudara-saudara kita, tetangga-tetangga kita, serta guru-guru kita, para kyai serta para ulama untuk untuk meminta maaf dan keridloan mereka. Dan apabila mereka telah tiada, maka datangilah makam mereka untuk berdoa dan memohon maaf atas kesalan kita. Dengan demikian, maka akan sempurnalah kebahagiaan kita, akan kesucian dan kebersihan kita pada hari raya ini.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Pada Hari Raya Idul Fitri inilah, kita menghimbau kepada seluruh jamaah yang hadir dan kepada segenap umat Islam di mana pun berada. Ramadhan yang telah mengajarkan kepada kita untuk jujur, khusyu’ dan berjiwa besar, maka kita pun harus dapat menindak lanjuti hingga setelah Ramadhan meninggalkan kita.
Bila selama ini mungkin ada di antara kita yang masih menyimpan dendam, maka hendaklah ia dapat meluluhkannya. Serahkan sajalah segalanya kepada Allah. Sehingga meskipun kita telah disakiti orang, namun kita telah dapat memaafkannya. Dan bila kita telah saling mamaafkan, maka terasa-lah sebuah bangunan kekuatan umat yang utuh. Bila kita telah memaafkan salah seorang saudara kita, maka hadirlah rasa iba padanya, dan apabila ada yang menyakitinya, tentu kita akan membelanya.
Demikianlah perintah Allah SWT kepada umat Islam. Yakni hendaklah umat Islam dapat menjadi sebuah bangunan yang kokoh. Persaudaraan di antara sesama mereka bagaikan sebuah tubuh yang apabila salah satu anggota tubuh ada yang disakiti, maka yang lain juga akan merasa sakit. Selanjutnya, Allah dan Rasulullah juga memerintahkan kepada kita untuk menutupi aib saudaranya, agak kelak aib-aib kita pun akan ditutupi oleh Allah pada hari kiamat. Hendaknya kita melindungi saudara kita yang lebih lemah sehingga Allah akan melindungi kita kelak di akhirat. Bahkan Allah menjanjikan perlindungan kepada seseorang yang sedang berada di dalam perlindungan saudara muslimnya. Artinya perlindungan kita yang kuat kepada saudara-saudara yang lemah adalah laksana perlindungan Allah kepada hamba-Nya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ اَخِيْهِ
“Siapa pun yang yang menutupi aib saudara muslimnya, maka Allah akan menutupi aibnya du dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah melindung mereka yang sedang melindungi saudara muslimnya.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Terkait dengan kemuliaan orang yang mampu membersihkan dan mensucikan dirinya , Allah SWT menggambarkan dalam firman-Nya, Surat Al-Fathir, ayat 18-21 :
وَمَنْ تَزَكَّى فَإنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإلَى اللهِ الْمَصِيْرُ (18) وَمَا يَسْتَوِيْ اْلأَعْمَى وَاْلبَصِيْرُ (19) وَلاَ الظُّلُمَاتُ وَلاَ النُّوْرُ (20) وَلاَ الظِّلُّ وَلاَ اْلحَرُوْرُ (21).
“Barang siapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya dia telah mensucikan diri untuk memperoleh kebahagiaannya sendiri. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembalimu. Bukankah tidak sama orang yang buta dengan orang yang melihat ? Bukankah pula tidak sama gelap-gulita dengan terang-benderang ? Dan bukankah juga tidak sama yang teduh dengan yang panas ?” (QS. al-Fathir : 18-21)
Pada ayat tersebut, Allah SWT membandingkan antara orang yang mampu mensucikan jiwanya dengan yang suka mengotorinya, laksana orang yang melihat dengan orang yang buta, laksana terang dan gelap, laksana teduh dan panas. Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan. Allah seolah hendak menyatakan bahwa manusia yang suci, manusia yang baik, manusia yang menang dan beruntung itu, adalah mereka yang mau dan mampu melihat persoalan lingkungannya secara bijak dan kemudian bersedia menyelesaikannya, mereka yang mampu menjadi lentera / penerang di kala gelap, dan menjadi payung untuk berteduh di kala panas. Mereka inilah pemilik agama yang benar, agama yang hanifiyyah wa al-samhah – terbuka, toleran, pemaaf, dan santun. Inilah agama tauhid, agama Nabi Ibrahim dan anak keturunannya : Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, dan Nabi Muhammad saw.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Ibadah puasa yang telah kita laksanakan, pada hakekatnya merupakan suatu proses penempaan dan pencerahan diri, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, menjadi orang yang semakin meningkat ketakwaannya. Melalui ibadah puasa - sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu- kita dilatih untuk mengendalikan diri supaya menjadi manusia yang dapat berprilaku sesuai dengan Fitrah aslinya. Fitrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti ketentuan Allah SWT. Melalui proses pencerahan yang terkandung dalam ibadah puasa diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang di mana pun kehadirannya, terutama dalam masyarakat yang bersifat heterogen / bermacam-macam ini dapat memberi manfaat kepada sesama.
Ajaran Islam sesungguhnya bukan hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja, tetapi ajarannya juga syarat dengan nilai-nilai yang bersifat universal/ menyeluruh. Seperti ajaran yang menekankan pentingnya setiap muslim agar mau dan mampu memberi manfaat kepada sesama. Dalam pandangan Islam, salah satu indikator / tanda kualitas kepribadian seseorang adalah seberapa besar kehadirannya mampu memberi manfaat kepada sesama, atau dalam bahasa lain semakin besar kemampuan seseorang memberikan manfaat kepada orang lain, maka semakin unggul pula kualitas keberagamaannya. Rasulullah SAW bersabda :
عَن جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : خَيْرُ النَّاسِ أنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia (Muslim) adalah orang yang paling (banyak) memberi manfaat kepada manusia”. (HR. Al-Qudla’i)
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hal lain yang perlu kita sadari dalam mengarungi samudera kehidupan ini adalah, bahwa telah menjadi sunnatullaah / ketentuan Allah, bila kehidupan ini diwarnai dengan susah dan senang, tangis dan tawa, rahmat dan bencana, menang dan kalah, peluang dan tantangan yang acap kali menghiasi dinamika kehidupan kita. Orang bijak sering menyatakan, “hidup ini laksana roda berputar”, sekali waktu bertengger di atas, pada waktu lain tergilas di bawah.
Kemarin sebagai pejabat sekarang kembali menjadi rakyat, satu saat kaya, saat yang lain hidup sengsara, kemarin sehat bugar, saat ini berbaring sakit, bahkan mungkin tetangga kita, saudara kita, orang tua kita, suami/istri kita, anak-anak kita tahun kemarin masih melaksanakan shalat ‘id disamping kita, sekarang mereka, orang-orang yang kita cintai itu telah tiada dan kembali kehadirat-Allah SWT. Kehidupan dunia ini tidak ada yang kekal, ia akan terus bergerak sesuai dengan kehendak dan ketentuan Allah SWT, tuhan seru sekalian alam. Sebagai orang mukmin, tentu tidak ada celah untuk bersikap frustasi dan menyerah kepada keadaan, akan tetapi ia harus tetap optimis, bekerja keras dan cerdas seraya tetap mengharap bimbingan Allah SWT, karena sesungguhnya rahmat dan pertolongan-Nya akan senantiasa mengiringi hamba-hamba-Nya yang sabar dan teguh menghadapi ujian. Sebagai seorang mukmin, kita juga tak boleh hanyut dalam godaan dan glamornya kehidupan yang menipu dan fana ini. Justru sebaliknya, orang mukmin harus terus menerus berusaha mengobarkan obor kebajikan, menebarkan marhamah / kasih sayang, menegakkan da’wah, merajut ukhuwah dan menjawab segala tantangan dengan penuh kearifan dan kesungguhan. Bukankah Allah SWT telah berjanji:
وَلاَ تَهِنُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَأَنْتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إِنُ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ .
Artinya : “Dan janganlah kamu bersikap lemah dan bersedih hati, padahal kalian orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imran : 140).
Abu Hamid bin Muhammad Al Ghozali dalam Ihya Ulumuddin melukiskan para penghuni kehidupan dunia ini laksana seorang pelaut yang sedang mengarungi samudera, satu tarikan nafas bagaikan satu rengkuhan dayung, cepat atau lambat biduk / kapal yang ditumpangi akan mengantarkannya ke pantai tujuan. Dalam perjalanan itu, setiap nahkoda berada di antara dua kecemasan, antara mengingat perjalanan yang sudah di lewati dengan rintangan angin dan gelombang yang menerjang dan antara menatap sisa-sisa perjalanannya yang masih panjang di mana ujung rimbanya belum tentu dapat mencapai keselamatan.
Baca: 20 UCAPAN DAN KATA SELAMAT IDUL FITRI UNTUK 2022
Tamsil tentang kehidupan ini hendaknya mengingatkan, agar kita senantiasa berupaya memanfaatkan umur yang kita miliki dengan sebaik-baiknya, usia yang masing-masing kita miliki pasti masih akan tetap menghadapi tantangan, ujian dan selera kehidupan yang menggoda, karenanya kita harus tetap mawas diri dan tidak terbuai dengan nafsu angkara murka yang suatu saat dapat menjerumuskan kita dalam limbah kenistaan, kita pergunakan kesempatan dan sisa umur yang kita tidak pernah tahu kapan akan berakhir ini untuk memperbanyak bekal dan amal shaleh guna meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di alam dunia yang fana ini, maupun di alam akhirat yang kelal abadi. Suatu saat Lukman Al Hakim, seorang shalih yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an pernah menyampaikan taushiyah kepada putranya:
يا بُنَيَّ ! إنَّ الدُنْيَا بَحْرٌ عَمِيْقٌ وَقَدْ غَرَقَ فِيْهَا أُنَاسٌ كَثِيْرٌ ، فَاجْعَلْ سَفِيْنَتَكَ فِيْهَا تَقْوَى اللهِ وَحَشْوُهَا الإيْمَانُ وَشَرَاعُهَا التَّوَكَّلُ عَلىَ اللهِ لَعَلَّكَ تَنْجُوْ.
“Wahai anakku, sesunguhnya dunia ini laksana lautan yang dalam dan telah banyak manusia tenggelam di dalamnya, oleh karenanya, jadikanlah taqwa kepada Allah SWT sebagai kapal untuk mengarunginya, iman sebagai muatannya, tawakkal sebagai layarnya niscaya engkau akan selamat sampai tujuan”.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin jama’ah Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Sebagai akhir dari khutbah ini, Kami mengajak kepada kaum muslimin muslimat, marilah hari raya idul fitri ini kita rayakan dengan amal-amal ibadah, dengan sillaturahim, sodaqoh, dan amal-amal lainnya. Yang secara prinsip, adalah kita merayakan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Dan janganlah sampai kita merayakan hari kemenangan ini, dengan kegiatan-kegiatan yang berbau maksiat dan dosa. Karena hal tersebut jelas-jelas merusak citra islam, merusak arti kemenangan dan kefitrahan, serta akan mendatangkan murka Allah SWT.
Disamping itu, kami juga berpesan marilah kita senantiasa berusaha untuk mempertahankan kemenangan dan kesucian yang telah kita raih, dengan senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Dengan berbekal dan bermodalkan pelatihan yang telah kita laksanakan selama 1 bulan penuh untuk 11 bulan yang akan datang. Karena perlu kita perhatikan dengan seksama, bahwa iblis laknatullah akan selalu mengintai kita, dan akan selelu berusaha menjerumuskan kita ke lembah kenistaan. Maka dari itu, marilah kita tetap waspada, serta senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Yang Maha Kuasa.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Demikianlah khotbah Idul Fitri dengan topic bertema mengurai kembali makna hari raya Idulfitri sebagai materi referensi sahabat cgtrend.blogspot.com!!!
Seperti diketahui sahabat cgtrend.blogspot.com, Umat Islam telah memasuki minggu terakhir dalam menunaikan Ibadah Puasa Ramadan. Ini artinya tinggal beberapa hari lagi kaum muslimin akan merayakan hari kemenangan setelah sebulan menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan.
Dalam menyambut malam takbir di hari raya Idul Fitri ini, selain membayar Zakat Fitrah biasanya Umat Islam akan melaksanakan Sholat Ied berjamaah di Pagi hari.
Bahkan para Ulama mengatakan bahwa hukum Sholat ied sendiri adalah Sunnah Muakaddah begitu pun dengan khutbah setelah Sholat. Nah bagi sahabat cgtrend.blogspot.com, yang kebetulan akan membacakan materi khutbah Idul Fitri dan sedang mencari materi referensi.
Di bawah ini terdapat contoh khutbah Sholat Idul Fitri yang disampaikan secara singkat bertemakan mengurai kembali makna hari raya Idulfitri.
MENGURAI KEMBALI MAKNA HARI RAYA IDULFITRI
Pada hari ini, kita telah mem peroleh kemulyaan sebagai seorang yang bersih dan suci, tanpa dosa dan kesalahan, karena telah mendapatkan ampunan dari Allah, atas dosa dan kesalahan kepada Allah. Namun demikian, kebersihan dan kesucian tersebut belum sempurna sepenuhnya apabila kita masih mempunyai tanggungan dosa dan kesalahan terhadap sesama manusia, apabila kita belum memohon maaf dan ampunan kepada mereka, karena Allah hanya akan mengampuni dosa-dosa yang terjadi antara sesama manusia, hanya jika antara manusia itu sendiri sudah saling memaafkan dan mengikhaskan atas kesalahan dan dosanyaHadirin jama’ah Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Kanti wajah ingkang cerah lan sumringah wonten injing ingkang cerah, manah ingkang bungah kebak kanthi barokah, lan perasaan-perasaan lintu ingkang mboten saget dipun ungkapaken kanthi mawi ukoro, ugi mboten dipun rahosaken tiyang-tiyang ingkang mboten ngelaksanaaken siyam wonten ing wulan romadlon. Hal puniko sesuai kalian dawuh ipun Kanjeng nabi SAW: “Keduwe wongkang poso ono 2 kebungahan, kebungahan nalikono buko (riyoyo) lan kebungahan nalikone ketemu pengerane (Allah) wonten ing dinten kiamat”
Dengan wajah yang cerah, pagi ini kita berkumpul untuk melaksanakan sholat idul fitri, sebagai wujud syukur kita kepada Allah SWT, dzat yang telah memberikan banyak nikmat kepada kita semua. Kita juga patut bersyukur Alhamdulillah, pada pagi hari ini kita dapat berkumpul bersama keluarga, kerabat, dan sahabat, untuk bersama-sama menjalankan ibadah sholat idul fitri, berbagi rasa gembira dan bahagia, dibulan yang fitri ini. Karena di luar sana, masih banyak saudara- saudara kita, yang masih berada diluar daerah, atau karena himpitan ekonomi, mereka tidak dapat berkumpul bersama-sama kita untuk merayakan hari raya, hari kemenangan nan fitri ini.Kita juga patut bersyukur, bahwa kita masih diberi kesempatan oleh Allah SWT menjumpai hari raya idul Fitri pada tahun ini.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Dan ketahuilah, pada pagi ini adalah hari kita umat islam merayakan kemenangan setelah selama satu bulan penuh kita menghadapi peperangan yang besar, yakni memerangi hawa nafsu selama bulan ramadlan yang telah lewat. Kita telah berjuang dengan sungguh-sungguh, memerangi hawa nafsu, menahan lapar, menahan dahaga, serta menahan segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa kita. Kita juga tenulah berjuang, mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan berbagai bentuk ibadah, sholat tarawih, qiyamul lail, shodaqoh, dan ibadah-ibadah lainnya. Serta telah menutup serta menyempurnakan ibadah puasa kita, dengan zakat fitrah, sebagai pembersih jiwa kita, serta sebagai pembersih puasa kita dari segala bentuk tindakan yang dapat mengotori dan bahkan merusak pahala puasa kita.
Hadirin jama’ah idul fitri yang dimuliakan Allah
Sebagai perwujudan syukur atas kemenangan kita, selama semalaman kita kumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid, sebagai ungkapan serta pernyataan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan lahir dan batin kepada kita, sehingga mampu menyelesaikan tugas dibulan ramadlan. Bahkan sampai pagi hari ini, kita masih kumandangkan bacaan takbir, tahlil dan tahmid, demi untuk mengagungkan Allah SWT, yang kemudian dilanjutkan dengan berkumpul bersama, untuk melaksanakan sholat jama’ah idul fitri pada pagi hari ini.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Wajar dan lumrah, ketika pada hari ini kita bersuka ria dengan menggunakan pakaian-pakaian yang baru dan yang terbaik milik kita, wangi-wangian dan segala bentuk assesoris untuk memperindah diri, sebagai wujud suka cita atas kemenangan yang telah kita raih. Namun demikian, satu hal yang perlu kita perhatikan, bahwa perwujudan suka ria kita jangan berlebih-lebihan, karena itu adalah perbuatan syetan, juga jangan berlebih-lebihan, karena disana saudara-saudara kita masih banyak yang kekurangan, membutuhkan uluran tangan.
ولاتبذرتبد ير ان المبذرين كانوا اخوان الشياطين
Hadirin jama’ah idul fitri yang dimuliakan Allah
Selama satu bulan penuh, kita telah menjalani pendidikan lahir batin, melalui kegiatan berpuasa, sholat tarawih, qiyamul lail, serta ibadah lain sesuai dengan kemauan dan kemampuan kita masing-masing. Tiada suatu pengharapan yang lain, kecuali mendapatkan ridlo dari Allah SWT. Karena jika telah mendapatkan ridlo-Nya, segala sesuatu akan menjadi urusan Allah. Segala dosa diampuni, segala kesalahan dihapuskan, semua dikabulkan, amal ibadah dilipatgandakan, serta apa yang kita butuhkan tersediakan. Itulah bagi orang yang melaksanakan kegiatan dibulan romadlon, hanya dikarenakan mencari ridlo Allah SWT. Sesuai dengan hadits
من صام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه وما تاخرنوم الصا ئم عبادت وصمته تسبيح ودعائه مستجاب وذنبه مغفور
Jama’ah Idul Fitri Yang di Muliakan Allah
Seseorang yang melaksanakan ibadah di bulan ramadlan dengan tulus ikhlas, hanya karena Allah, serta menghindari segala sesuatu yang merusak puasa, maka pada hari ini, ia ibarat baru kembali dari asal kajadiannya. Ia ibarat bayi yang baru lahir dari rahim ibunya, tiada noda dan tiada dosa yang menyelimutinya. Ia ibarat kertas putih, yang belum ada noda ataupun tulisan, atau gambaran apapun yang ada di dalamnya. Namun, ketika seseorang melaksanakan puasa yang tidak karena Allah, maka ia hanya akan mendapatkan haus dahaga dan lapar belaka. Dan segalanya seakan menjadi sia-sia.
نعوذ بالله ثم نعوذ بالله
Pada hari ini, kita telah memperoleh kemulyaan sebagai seorang yang bersih dan suci, tanpa dosa dan kesalahan, karena telah mendapatkan ampunan dari Allah, atas dosa dan kesalahan kepada Allah. Namun demikian, kebersihan dan kesucian tersebut belum sempurna sepenuhnya apabila kita masih mempunyai tanggungan dosa dan kesalahan terhadap sesama manusia, apabila kita belum memohon maaf dan ampunan kepada mereka, karena Allah hanya akan mengampuni dosa-dosa yang terjadi antara sesama manusia, hanya jika antara manusia itu sendiri sudah saling memaafkan dan mengikhaskan atas kesalahan dan dosanya.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Untuk membersihkan noda atas kesalahan dan dosa-dosa diantara sesama manusia, maka marilah kita saling maaf memaafkan antara orangtua dengan anak, saudara dengan saudara, tetangga dengan tetangga, murid dan gurunya, sahabat dengan sahabat, serta dengan semua manusia yang berhubungan dengan kita. Untuk itu, pada hari raya ini, marilah kita bersillaturrahim, guna untuk mempererat persaudaraan dan saling maaf memaafkan. Untuk membersihkan diri kita dari kesalahan dan dosa antara sesama manusia, juga untuk menyempurnakan kesucian dan kebersihan jiwa raga kita pada hari raya ini.
Jama’ah Idul Fitri Yang di Muliakan Allah Untuk menyempurnakan kesucian dan kebersihan kita, marilah kita datangi kedua orang tua kita, saudara-saudara kita, tetangga-tetangga kita, serta guru-guru kita, para kyai serta para ulama untuk untuk meminta maaf dan keridloan mereka. Dan apabila mereka telah tiada, maka datangilah makam mereka untuk berdoa dan memohon maaf atas kesalan kita. Dengan demikian, maka akan sempurnalah kebahagiaan kita, akan kesucian dan kebersihan kita pada hari raya ini.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Pada Hari Raya Idul Fitri inilah, kita menghimbau kepada seluruh jamaah yang hadir dan kepada segenap umat Islam di mana pun berada. Ramadhan yang telah mengajarkan kepada kita untuk jujur, khusyu’ dan berjiwa besar, maka kita pun harus dapat menindak lanjuti hingga setelah Ramadhan meninggalkan kita.
Bila selama ini mungkin ada di antara kita yang masih menyimpan dendam, maka hendaklah ia dapat meluluhkannya. Serahkan sajalah segalanya kepada Allah. Sehingga meskipun kita telah disakiti orang, namun kita telah dapat memaafkannya. Dan bila kita telah saling mamaafkan, maka terasa-lah sebuah bangunan kekuatan umat yang utuh. Bila kita telah memaafkan salah seorang saudara kita, maka hadirlah rasa iba padanya, dan apabila ada yang menyakitinya, tentu kita akan membelanya.
Demikianlah perintah Allah SWT kepada umat Islam. Yakni hendaklah umat Islam dapat menjadi sebuah bangunan yang kokoh. Persaudaraan di antara sesama mereka bagaikan sebuah tubuh yang apabila salah satu anggota tubuh ada yang disakiti, maka yang lain juga akan merasa sakit. Selanjutnya, Allah dan Rasulullah juga memerintahkan kepada kita untuk menutupi aib saudaranya, agak kelak aib-aib kita pun akan ditutupi oleh Allah pada hari kiamat. Hendaknya kita melindungi saudara kita yang lebih lemah sehingga Allah akan melindungi kita kelak di akhirat. Bahkan Allah menjanjikan perlindungan kepada seseorang yang sedang berada di dalam perlindungan saudara muslimnya. Artinya perlindungan kita yang kuat kepada saudara-saudara yang lemah adalah laksana perlindungan Allah kepada hamba-Nya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ اَخِيْهِ
“Siapa pun yang yang menutupi aib saudara muslimnya, maka Allah akan menutupi aibnya du dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah melindung mereka yang sedang melindungi saudara muslimnya.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Terkait dengan kemuliaan orang yang mampu membersihkan dan mensucikan dirinya , Allah SWT menggambarkan dalam firman-Nya, Surat Al-Fathir, ayat 18-21 :
وَمَنْ تَزَكَّى فَإنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإلَى اللهِ الْمَصِيْرُ (18) وَمَا يَسْتَوِيْ اْلأَعْمَى وَاْلبَصِيْرُ (19) وَلاَ الظُّلُمَاتُ وَلاَ النُّوْرُ (20) وَلاَ الظِّلُّ وَلاَ اْلحَرُوْرُ (21).
“Barang siapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya dia telah mensucikan diri untuk memperoleh kebahagiaannya sendiri. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembalimu. Bukankah tidak sama orang yang buta dengan orang yang melihat ? Bukankah pula tidak sama gelap-gulita dengan terang-benderang ? Dan bukankah juga tidak sama yang teduh dengan yang panas ?” (QS. al-Fathir : 18-21)
Pada ayat tersebut, Allah SWT membandingkan antara orang yang mampu mensucikan jiwanya dengan yang suka mengotorinya, laksana orang yang melihat dengan orang yang buta, laksana terang dan gelap, laksana teduh dan panas. Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan. Allah seolah hendak menyatakan bahwa manusia yang suci, manusia yang baik, manusia yang menang dan beruntung itu, adalah mereka yang mau dan mampu melihat persoalan lingkungannya secara bijak dan kemudian bersedia menyelesaikannya, mereka yang mampu menjadi lentera / penerang di kala gelap, dan menjadi payung untuk berteduh di kala panas. Mereka inilah pemilik agama yang benar, agama yang hanifiyyah wa al-samhah – terbuka, toleran, pemaaf, dan santun. Inilah agama tauhid, agama Nabi Ibrahim dan anak keturunannya : Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, dan Nabi Muhammad saw.
الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
Ibadah puasa yang telah kita laksanakan, pada hakekatnya merupakan suatu proses penempaan dan pencerahan diri, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, menjadi orang yang semakin meningkat ketakwaannya. Melalui ibadah puasa - sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu- kita dilatih untuk mengendalikan diri supaya menjadi manusia yang dapat berprilaku sesuai dengan Fitrah aslinya. Fitrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti ketentuan Allah SWT. Melalui proses pencerahan yang terkandung dalam ibadah puasa diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang di mana pun kehadirannya, terutama dalam masyarakat yang bersifat heterogen / bermacam-macam ini dapat memberi manfaat kepada sesama.
Ajaran Islam sesungguhnya bukan hanya diperuntukkan bagi umat Islam saja, tetapi ajarannya juga syarat dengan nilai-nilai yang bersifat universal/ menyeluruh. Seperti ajaran yang menekankan pentingnya setiap muslim agar mau dan mampu memberi manfaat kepada sesama. Dalam pandangan Islam, salah satu indikator / tanda kualitas kepribadian seseorang adalah seberapa besar kehadirannya mampu memberi manfaat kepada sesama, atau dalam bahasa lain semakin besar kemampuan seseorang memberikan manfaat kepada orang lain, maka semakin unggul pula kualitas keberagamaannya. Rasulullah SAW bersabda :
عَن جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : خَيْرُ النَّاسِ أنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia (Muslim) adalah orang yang paling (banyak) memberi manfaat kepada manusia”. (HR. Al-Qudla’i)
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hal lain yang perlu kita sadari dalam mengarungi samudera kehidupan ini adalah, bahwa telah menjadi sunnatullaah / ketentuan Allah, bila kehidupan ini diwarnai dengan susah dan senang, tangis dan tawa, rahmat dan bencana, menang dan kalah, peluang dan tantangan yang acap kali menghiasi dinamika kehidupan kita. Orang bijak sering menyatakan, “hidup ini laksana roda berputar”, sekali waktu bertengger di atas, pada waktu lain tergilas di bawah.
Kemarin sebagai pejabat sekarang kembali menjadi rakyat, satu saat kaya, saat yang lain hidup sengsara, kemarin sehat bugar, saat ini berbaring sakit, bahkan mungkin tetangga kita, saudara kita, orang tua kita, suami/istri kita, anak-anak kita tahun kemarin masih melaksanakan shalat ‘id disamping kita, sekarang mereka, orang-orang yang kita cintai itu telah tiada dan kembali kehadirat-Allah SWT. Kehidupan dunia ini tidak ada yang kekal, ia akan terus bergerak sesuai dengan kehendak dan ketentuan Allah SWT, tuhan seru sekalian alam. Sebagai orang mukmin, tentu tidak ada celah untuk bersikap frustasi dan menyerah kepada keadaan, akan tetapi ia harus tetap optimis, bekerja keras dan cerdas seraya tetap mengharap bimbingan Allah SWT, karena sesungguhnya rahmat dan pertolongan-Nya akan senantiasa mengiringi hamba-hamba-Nya yang sabar dan teguh menghadapi ujian. Sebagai seorang mukmin, kita juga tak boleh hanyut dalam godaan dan glamornya kehidupan yang menipu dan fana ini. Justru sebaliknya, orang mukmin harus terus menerus berusaha mengobarkan obor kebajikan, menebarkan marhamah / kasih sayang, menegakkan da’wah, merajut ukhuwah dan menjawab segala tantangan dengan penuh kearifan dan kesungguhan. Bukankah Allah SWT telah berjanji:
وَلاَ تَهِنُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَأَنْتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إِنُ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ .
Artinya : “Dan janganlah kamu bersikap lemah dan bersedih hati, padahal kalian orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imran : 140).
Abu Hamid bin Muhammad Al Ghozali dalam Ihya Ulumuddin melukiskan para penghuni kehidupan dunia ini laksana seorang pelaut yang sedang mengarungi samudera, satu tarikan nafas bagaikan satu rengkuhan dayung, cepat atau lambat biduk / kapal yang ditumpangi akan mengantarkannya ke pantai tujuan. Dalam perjalanan itu, setiap nahkoda berada di antara dua kecemasan, antara mengingat perjalanan yang sudah di lewati dengan rintangan angin dan gelombang yang menerjang dan antara menatap sisa-sisa perjalanannya yang masih panjang di mana ujung rimbanya belum tentu dapat mencapai keselamatan.
Baca: 20 UCAPAN DAN KATA SELAMAT IDUL FITRI UNTUK 2022
Tamsil tentang kehidupan ini hendaknya mengingatkan, agar kita senantiasa berupaya memanfaatkan umur yang kita miliki dengan sebaik-baiknya, usia yang masing-masing kita miliki pasti masih akan tetap menghadapi tantangan, ujian dan selera kehidupan yang menggoda, karenanya kita harus tetap mawas diri dan tidak terbuai dengan nafsu angkara murka yang suatu saat dapat menjerumuskan kita dalam limbah kenistaan, kita pergunakan kesempatan dan sisa umur yang kita tidak pernah tahu kapan akan berakhir ini untuk memperbanyak bekal dan amal shaleh guna meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di alam dunia yang fana ini, maupun di alam akhirat yang kelal abadi. Suatu saat Lukman Al Hakim, seorang shalih yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an pernah menyampaikan taushiyah kepada putranya:
يا بُنَيَّ ! إنَّ الدُنْيَا بَحْرٌ عَمِيْقٌ وَقَدْ غَرَقَ فِيْهَا أُنَاسٌ كَثِيْرٌ ، فَاجْعَلْ سَفِيْنَتَكَ فِيْهَا تَقْوَى اللهِ وَحَشْوُهَا الإيْمَانُ وَشَرَاعُهَا التَّوَكَّلُ عَلىَ اللهِ لَعَلَّكَ تَنْجُوْ.
“Wahai anakku, sesunguhnya dunia ini laksana lautan yang dalam dan telah banyak manusia tenggelam di dalamnya, oleh karenanya, jadikanlah taqwa kepada Allah SWT sebagai kapal untuk mengarunginya, iman sebagai muatannya, tawakkal sebagai layarnya niscaya engkau akan selamat sampai tujuan”.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin jama’ah Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Sebagai akhir dari khutbah ini, Kami mengajak kepada kaum muslimin muslimat, marilah hari raya idul fitri ini kita rayakan dengan amal-amal ibadah, dengan sillaturahim, sodaqoh, dan amal-amal lainnya. Yang secara prinsip, adalah kita merayakan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Dan janganlah sampai kita merayakan hari kemenangan ini, dengan kegiatan-kegiatan yang berbau maksiat dan dosa. Karena hal tersebut jelas-jelas merusak citra islam, merusak arti kemenangan dan kefitrahan, serta akan mendatangkan murka Allah SWT.
Disamping itu, kami juga berpesan marilah kita senantiasa berusaha untuk mempertahankan kemenangan dan kesucian yang telah kita raih, dengan senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Dengan berbekal dan bermodalkan pelatihan yang telah kita laksanakan selama 1 bulan penuh untuk 11 bulan yang akan datang. Karena perlu kita perhatikan dengan seksama, bahwa iblis laknatullah akan selalu mengintai kita, dan akan selelu berusaha menjerumuskan kita ke lembah kenistaan. Maka dari itu, marilah kita tetap waspada, serta senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Yang Maha Kuasa.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Demikianlah khotbah Idul Fitri dengan topic bertema mengurai kembali makna hari raya Idulfitri sebagai materi referensi sahabat cgtrend.blogspot.com!!!
Posting Komentar untuk "KHUTBAH IDUL FITRI DENGAN TOPIC MENGURAI KEMBALI MAKNA HARI RAYA IDULFITRI"